Ucapan

SELAMAT DATANG DI BLOG SUARA ENGGANG POST!

Selasa, 31 Januari 2012

Pemda-Pusat Perlu Solid Atasi Trafficking

Pontianak – Terbongkarnya sindikat perdagangan perempuan Indramayu-Kuching baru-baru ini menaruh keprihatinan Pemerintah Provinsi Kalbar. Pemerintah kabupaten/kota diingatkan agar gencar melakukan sosialisasi serta bergerak cepat jika mencurigai ada aksi tersebut. Kepala Badan Pemberdayaan Perempuan, Anak, Masyarakat dan Keluarga Berencana (BP2AMKB) Provinsi Kalbar, Sri Jumiadatin mengatakan, berharap pemerintah kabupaten/kota yang wilayahnya rawan dapat terus memberikan sosialisasi.
“Kota Pontianak pandai melihat lingkungan awal mula perdagangan perempuan itu bisa terjadi. Mereka merespons dengan mencurigai lokasi akan terjadinya perdagangan perempuan tersebut. Hal-hal semacam itulah yang seharusnya ditindak lebih dahulu,” katanya kepada wartawan di Pontianak.
Selain itu, pihaknya juga berharap pemerintah pusat lebih efektif lagi menanggulangi bahaya perdagangan perempuan, tidak hanya dari pemerintah daerah saja. Karena selama ini, kasus yang terjadi bukan hanya warga asal Kalbar saja, tetapi sudah mencakup wilayah Indonesia. Karena itu harus didukung dengan kerja sama instansi vertikal yang lebih intensif dalam menanganinya.
Sepanjang tahun 2011, BP2AMKB mencatat kasus perdagangan perempuan yang terjadi menurun dari tahun ke tahun dan itu berkat kesigapan Satgas Perdagangan Perempuan. “Hingga September 2011, Shelter kami hanya menangani 3 kasus perdagangan orang,” terang Sri.
Ini menunjukkan, sambung dia, angka kasus perdagangan perempuan dan anak di Kalbar merupakan prestasi. Tetapi, di sisi lain sebenarnya kasus perdagangan perempuan dan anak itu tetap ada, karena wilayah Kalbar yang berbatasan langsung dengan negara tetangga.
Sri mengungkapkan, perdagangan perempuan yang selama ini terjadi merupakan jalur antarpulau. Mereka rata-rata tidak memiliki pekerjaan tetap. Mereka tergiur untuk ikut bekerja ke negeri seberang karena adanya tawaran oleh oknum dengan iming-iming tertentu.
Mengenai penanganan dan penanggulangan masalah trafficking di Kalbar sendiri. Dia menjelaskan, dalam menanggulangi masalah perdagangan perempuan dan anak sudah memiliki payung hukum. Berupa Peraturan Daerah No 7 tahun 2007 tentang Pencegahan Perdagangan Perempuan dan Anak.
Kemudian diperkuat dengan Peraturan Gubernur No 86 tahun 2006 yang ditegaskan lagi dengan Peraturan Gubernur No 5 tahun 2010 tentang Rencana Aksi Daerah Penanggulangan Perdagangan Perempuan dan Anak.
Keberadaan Pergub itu, Kalbar juga sudah membentuk gugus tugas atau satuan tugas (satgas). Satgas itu juga sudah bergerak untuk selalu memantau pergerakan perdagangan perempuan dan anak. “Sudah dibentuk satgas, tetapi masyarakat dan pemerintah tetap harus terus bekerja sama untuk pencegahan terjadinya perdagangan perempuan dan anak itu,” harap Sri.
Sudah seharusnya pemerintah daerah dan instansi vertikal lainnya seperti Kepolisian, Imigrasi meningkatkan koordinasinya. Pihaknya berharap, angka kasus trafficking di Kalbar dapat semakin kecil, bahkan tidak terjadi lagi dengan memberikan perlindungan kepada perempuan dan anak yang memang wilayahnya rentan. Menurut Sri, melaksanakan berbagai diskusi ataupun sosialisasi termasuk pemberdayaan perempuan khususnya yang berada di perbatasan harus terus diberdayakan.
Soal advokasi dan sosialisasi, dia memaparkan, Kalbar telah menjalin kerja sama dengan Kaltim karena berkaitan dengan gugus tugas penanggulangan perdagangan perempuan dan anak sebagai wilayah embarkasi. Tidak hanya itu, Kalbar juga telah membuat sebuah kesepakatan dengan Jawa Barat, Jawa Timur dan Jawa Tengah untuk pencegahan terjadinya perdagangan perempuan antarpulau.
Terpisah, Sekretaris Komisi D DPRD Provinsi Kalbar, Andry Hudaya Wijaya, SH, MH mengatakan, perlu ada penyadaran sosiologi dan budaya untuk mengatasi trafficking. Begitu juga dengan sosialisasi mengenai perda trafficking harus bergulir menyeluruh kepada masyarakat.
Legislator Partai Golkar ini juga menyarankan agar melibatkan LSM dan instansi terkait seperti Kepolisian, Imigrasi, dan lainnya. Dengan adanya kerja sama dengan sejumlah LSM tersebut, menurut Andry dapat mempercepat penanganan kasus trafficking. “Perlu rapat koordinasi yang intensif, serta perlu pembuatan program kampanye anti trafficking,” tegasnya.
Seperti diketahui, Tipidum Bareskrim Polri membongkar sindikat perdagangan manusia (trafficking) lintas negara. Korbannya adalah sejumlah perempuan muda asal Indramayu dan Subang, Jawa Barat. Mereka dibuai janji palsu untuk bekerja di Malaysia, namun pada akhirnya dijadikan budak seks.
Penangkapan diawali dari laporan KJRI Kuching-Malaysia ke Unit Trafficking Subdit III DIT Tipidum mengenai adanya tujuh korban WNI. Gadis-gadis itu berinisial CI, CA, SEND, AR, MARL, DIN, dan SHL. Pada Februari 2011, mereka yang berasal dari Indramayu dan Subang itu ditawari pekerjaan oleh tersangka sebagai pelayan bar di Malaysia. Gaji yang ditawarkan Rp 8 juta per bulan. Namun, ternyata mereka dipekerjakan sebagai pekerja seks komersial di Pub President KTV, Kuching, Malaysia. (jul)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar