Ucapan

SELAMAT DATANG DI BLOG SUARA ENGGANG POST!

Rabu, 27 Agustus 2014

Mendapatkan Bisikan Gaib AR Rudapaksa Anak Kandungnya Sendiri


Mendapatkan Bisikan Gaib AR Rudapaksa Anak Kandungnya  Sendiri
NET
Bisikan Ilustrasi
 
BANDAR LAMPUNG - AR (67), mencabuli anak kandungnya sendiri berinisial MI yang masih berusia sembilan tahun. AR melakukan pencabulan itu di rumahnya di daerah Lampung Barat. AR melakukan hal tersebut selama satu tahun.
Kabid Humas Polda Lampung Ajun Komisaris Besar Sulistyaningsih mengatakan, pihaknya sudah menangkap AR. "AR mengakui telah mencabuli anak kandungnya sendiri," ujar Sulis kepada wartawan, Selasa (26/8/2014).
Kasus ini terbongkar setelah korban menceritakan hal buruk yang dialaminya ke tantenya. Mendengar cerita MI, papar Sulis, tante MI langsung melaporkan hal itu ke polda pada Juli 2014 lalu. Polisi pun menangkap AR di Terminal Rajabasa.
AR melakukan hal tersebut karena mendapat bisikan gaib. Bisikan itu, kata Sulis, datang saat AR melihat MI, anaknya. "Alasan tersangka berbuat cabul karena mendapat bisikan dari setan," tutur Sulis. Selain itu, ucap Sulis, AR mencabuli MI karena fisik anaknya yang cantik.
Sulis mengatakan, AR mencabuli anak kandungnya saat istri tidak ada di rumah. Istri AR jarang berada di rumah, karena harus bekerja dari pagi hingga malam. "Pada saat istrinya pergi, AR mencabuli anaknya," ucap Sulis.
Perbuatan cabul itu pertama kali dilakukan AR pada Juli 2013 lalu ketika korban masih berusia delapan tahun. Ketika itu, tutur Sulis, AR melihat anaknya sedang tidur. Pada saat itu, AR mengaku mendapat bisikan setan hingga melakukan pencabulan tersebut.
AR tidak berhenti sampai di situ. AR, kata Sulis seperti ketagihan. Ia pun melakukan pencabulan terhadap MI berulang-ulang sampai satu tahun. MI yang tak tahan dengan perlakuan tidak senonoh itu, lalu menceritakan kepada tantenya.

9 WNI di Bawah Umur Dipaksa Jadi PSK di Malaysia

Mereka sebelumnya dijanjikan bekerja di restoran.

Pekerja TKI ilegal Indonesia ditangkap pihak berwenang polisi Malaysia
Pekerja TKI ilegal Indonesia ditangkap pihak berwenang polisi Malaysia (REUTERS/Bazuki Muhammad)
Sembilan warga negara Indonesia menjadi korban perdagangan manusia (human trafficking). Mereka ditipu dan dipekerjakan sebagai pekerja seks komersial (PSK).

Rencananya, hari ini, Rabu 23 April 2014, pihak KBRI Kuala Lumpur akan memulangkan sembilan WNI/TKI yang menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) tersebut ke Indonesia.

Duta Besar RI untuk Malaysia, Herman Prayitno mengatakan, delapan dari sembilan korban tersebut diberangkatkan oleh agen perseorangan berkewarganegaraan Indonesia yang diketahui bernama FZ atau dikenal dengan nama panggilan Ina. Mereka lalu dipekerjakan sebagai PSK. 

"Tujuh orang di antaranya berusia di bawah umur, namun data tanggal kelahiran mereka di paspor diubah menjadi lebih tua. Para korban dijanjikan bekerja di rumah makan atau salon dengan gaji besar di Malaysia, namun ternyata dipekerjakan sebagai PSK," ungkap Herman dalam keterangan pers yang diterima VIVAnews.

Herman melanjutkan, data KBRI Kuala Lumpur mencatat bahwa tiap tahun jumlah kasus TPPO yang ditangani oleh pihaknya terus meningkat. Pada 2012 terdapat 2 kasus, kemudian pad 2013 meningkat menjadi 7 kasus. Pada kuartal I 2014, sudah ada 3 kasus yang ditangani oleh KBRI Kuala Lumpur. 

"Terungkapnya kasus TPPO dengan korban perempuan di bawah umur yang dijadikan PSK merupakan fenomena baru yang sangat mencemaskan. Berdasarkan informasi para korban, masih banyak korban lainnya yang masih dieksploitasi sebagai PSK dimana sebagian besar masih di bawah umur," kata Herman. 

Saat ini, menurut Herman, pihak KBRI terus berkoordinasi dengan Divisi Anti-Trafficking Polisi Malaysia untuk menyelamatkan mereka. Dari informasi yang telah terkumpul, KBRI Kuala Lumpur menilai bahwa apa yang saat ini terungkap hanya sebagai fenomena puncak Gunung Es dan diduga jaringan Ina hanya salah satu jaringan perdagangan orang yang beroperasi di Malaysia. 

Pada 22 April 2014, KBRI Kuala Lumpur juga menerima tiga korban TPPO yang dipekerjakan sebagai PSK, dimana salah seorang di antaranya masih berusia 15 tahun. Namun ketiga WNI tersebut belum dapat dipulangkan. 

"Ketiga WNI tersebut direkrut oleh jaringan yang berbeda dengan jaringan Ina. Saat ini KBRI Kuala Lumpur terus bekerjasama secara intensif dengan instansi terkait di Indonesia terutama Direktorat Jenderal Imigrasi, Kementerian Hukum dan HAM RI yang telah secara cepat merespons dan mendukung penanganan kasus ini dengan memperkuat pengawasan pembuatan paspor di seluruh Kantor Imigrasi di Indonesia," ujar dia. 

Herman menegaskas, perlu penegakan hukum yang efektif kepada semua pihak yang terlibat mulai perekrutan hingga pengiriman untuk memberikan efek jera. 
Sementara, otoritas Malaysia saat ini masih mengejar Ina yang telah diketahui identitas dan alamatnya di Malaysia. Selanjutnya, aparat penegak hukum di Indonesia dapat segera membongkar jaringan perekrutan kelompok Ina maupun yang lainnya. 

"KBRI Kuala Lumpur mengajak semua pihak untuk bersama-sama memperkuat aspek pencegahan dengan melakukan public awareness campaign guna meningkatkan kewaspadaan, termasuk orang tua, terutama dengan adanya iming-iming bekerja di Malaysia dengan dijanjikan bayaran yang menggiurkan," tutur Herman. (adi)