Ucapan

SELAMAT DATANG DI BLOG SUARA ENGGANG POST!

Selasa, 01 Juli 2014

Wah Parah… Masih SD Sudah ‘Cabe-cabean’

Wah Parah… Masih SD Sudah ‘Cabe-cabean’
Fenomena ‘cabe-cabean’ yang marak di kalangan remaja dapat merusak generasi yang lebih muda. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menilai bahwa fenomena ini sudah berpotensi memberikan pengaruh buruk kepada murid-murid sekolah dasar.
“KPAI pernah terima pengaduan tindak asusila, yang ngelakuin anak SD,” kata Erlinda, Sekretaris KPAI, Rabu (2/3/2014).
Menurut Erlinda, KPAI telah menerima aduan mengenai tindakan asusila yang dilakukan seorang anak beberapa waktu lalu. Anak tersebut merupakan bocah laki-laki yang masih bersekolah di bangku kelas lima SD. Bocah tersebut telah memperkosa temannya yang juga merupakan murid SD.
Erlinda mengatakan, setelah berdialog dengan KPAI, bocah SD tersebut diketahui kerap mengakses film dewasa melalui internet. Selain itu, gambar-gambar perempuan berbaju minim juga dapat dengan mudah dikonsumsinya dari tayangan televisi di rumah. Hal ini membuat bocah SD ini harus menunda sekolahnya beberapa semester untuk menghindari tekanan psikologis yang akan dihadapinya dari teman-teman maupun lingkungan sekitar.
Anak yang mengadopsi perilaku dari lingkungan sekitar menjadi berbahaya bilamana keluarga tak dapat mengajarkan budi pekerti. Hal ini terkait dengan fenomena ‘cabe-cabean’ di lingkungan sekitar yang menyebar secara cepat dan akhirnya diadopsi oleh anak SD.
Menurut Erlinda, pola asuh yang ditanamkan orang tua merupakan hal dasar yang menjadi benteng kekuatan anak. Pemberian pendidikan karakter dan agama yang baik menjadikan anak tak mudah goyah pendiriannya dalam mengikuti nilai-nilai yang baik dan benar.
Fenomena ‘cabe-cabean’ telah muncul di Indonesia sejak tahun 2000. Pada tahun tersebut mulai muncul beberapa pengaduan kepada KPAI mengenai pekerja seks komersial yang berada pada usia anak. Para pekerja tersebut masih berstatus sebagai murid sejumlah SMA. Namun, setelah sepuluh tahun berlalu, fenomena ini telah meluas pada tingkat Sekolah Menengah Pertama.(Agita Tarigan/foto/ilustrasi/istimewa)

Raba-raba Alat Vital dan Pantat 18 Siswi, Kepala Sekolah Dipolisikan


Raba-raba Alat Vital dan Pantat  18 Siswi, Kepala Sekolah Dipolisikan
net
 - Laporan Wartawan Pos Kupang, Feliks Janggu

MAUMERE--Kristoforus Mboko, Kepala Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 2 Nita, Desa Nirangkliung, Kecamatan Nita, Kabupaten Sikka, dilapor kepada Kepolisian  Resor (Polres) Sikka oleh 18 siswinya, Senin (30/6/2014) pagi.
 Kristoforus dilaporkan  karena diduga telah melakukan pelecehan seksual terhadap 18 siswi sekolah yang dipimpinnya itu. Alat vital dan pantat mereka diraba-raba. Belasan siswi didampingi oleh orangtua mereka masing-masing mendatangi Polres Sikka, Senin (30/6/2014). Mereka memberikan keterangan secara beramai-ramai di ruangan Sentra Pelayanan Kepolisian (SPK) Polres Sikka.
 Pengakuan keluarga korban, diperkirakan masih ada siswi lain yang menjadi korban pelecehan seksual oleh kepala sekolah per 24 Juni 2014. "Kejadiannya di rumah dinas kepala sekolah. Dia panggil anak-anak satu per satu, kemudian menanyakan mereka, apakah mereka pernah berhubungan dengan Pak Lorens, salah satu guru sekolah itu," jelas Petrus Elsidion (32), kepada Pos Kupang di Polres Sikka.
 Elsidion mengatakan, bentuk pelecehan yang dialami para siswi adalah (maaf) kelamin mereka diraba-raba, demikian juga pantat mereka. "Saya tidak tahu apakah ada anak yang telah bersebadan dengan kepala sekolah. Kami masih cari tahu ke dusun lain. Yang datang ini dari Dusun Jalo dan Nirangkliung," ujarnya.
 Orang tua lain, Herman Yoseph, juga menduga masih ada korban dari dusun lain di desa  itu. Elsidion dan Yoseph menyatakan, sikap mereka akan melanjutkan proses hukum kasus itu sampai tuntas. Sebab, lanjut keduanya, perbuatan itu telah merusak citra anak-anak yang masih di bawah umur.
 Tahan Tersangka
 Kapolres Sikka, AKBP Budi Hermawan, SIK, yang ditemui Pos Kupang di kantornya, Senin (30/6/2014) sore, mengatakan, kasus dugaan pelecehan seksual yang dilakukan Kepala SMPN 2 Nita, Kristoforus Mboko, sudah dilaporkan 18 siswi sekolah itu kepada polisi, Senin pagi.
 Menindaklanjuti laporan itu, demikian  Hermawan, polisi akan memeriksa semua saksi korban dan melakukan visum di RSUD Maumere untuk membuktikan perbuatan Kristoforus.
 "Saya sudah perintahkan penyidik periksa semua korban. Panggil tersangka, periksa dan  tahan. Kasus ini harus diproses sampai tuntas. Tersangka sekalipun membantah tetap kami proses karena korban mengaku telah dicabuli oleh tersangka," tegas Hermawan.
Ia mengatakan, semua saksi yang mengetahui kejadian dan yang menjadi korban dugaan pelecehan seksual oleh kepala sekolah itu akan diperiksa.

Kepala Sekolah: Saya Tarik Celana Mereka


Kepala Sekolah: Saya Tarik Celana Mereka
Warta Kota
Ilustrasi 
Laporan Wartawan Pos Kupang, Feliks Janggu

MAUMERE - Kepala SMPN 2 Nita, Kristoforus Mboko, langsung dipanggil ke Polres Sikka, Senin (30/6/2014), untuk diperiksa penyidik. Dalam keterangan pers kepada wartawan di Polres Sikka, Senin (30/6/2014), Kristoforus mengatakan, ia melakukan pelecehan terhadap para siswinya lantaran emosi.
Saat itu, jelas Kristoforus, ia menginvestigasi puluhan anak yang diduga menjadi korban pelecehan seksual oleh Lorens (salah seorang guru di sekolah itu). Sebab, para guru menginformasikan kelakuan salah satu gurunya itu sejak lama.
Kristoforus mengungkapkan, ia pernah mendapati seorang anak berduaan dengan Lorens di ruangan laboratorium pada Desember 2013 lalu. Tetapi ternyata, para guru mempunyai catatan tentang korban-korban pelecehan seksual.
Wakil kepala sekolah pun, kata Kristoforus, menceritakan catatan 10 nama siswi yang sering bersama dengan Lorens di ruangan laboratorium. Atas catatan itu, kata Kristoforus, ia menginvestigasi anak-anak. Dalam temuannya, ternyata bukan hanya 10 anak, siswi salah satu angkatan di sekolah itu telah menjadi korban pelecehan seksual oleh Lorens.
Temuan itulah yang memicu kemarahan kepala sekolah dan melucuti pakaian anak-anak sambil menunjuk-nunjuk pada (maaf) alat kelamin mereka.
"Saya karena terlalu emosi, saya tarik mereka punya celana, tarik kuat. Saya bilang, benda ini (menunjuk pada kelamin) jangan kamu kasih sembarang. Kamu punya masa depan hancur," tutur Kristoforus membenarkan 18 pelajar yang melaporkan dirinya kepada polisi.
Kristoforus mengatakan, ia ikuti saja proses hukum di Polres Sikka. Yang penting, tegas Kristoforus, bisa memutus rantai pelecehan yang diduga telah lama dilakukan oleh Lorens, salah satu bawahan di sekolahnya.
Kristoforus menjelaskan, ia telah melakukan banyak upaya menegur Lorens, antara lain melalui rapat guru dan rapat komite orang tua. Selain itu, melaporkan kasus itu kepada Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Sikka. Guru yang bersangkutan (Lorens) telah dinonaktifkan karena perilakunya itu.
"Niat saya hanya satu, untuk menyelamatkan sekolah ini. Saya terlalu emosi karena sudah terlalu banyak menjadi korban. Banyak yang mengaku sudah berhubungan badan dengan Pak Lorens," kata Kristoforus.
Ia mengaku memiliki catatan pribadi hasil investigasinya nama-nama siswi yang menjadi korban pelecehan seksual oleh Lorens. Bahkan, lanjut Kristoforus, berulangkali ia mengingatkan Lorens untuk berhenti menodai anak-anak. Tetapi ternyata korbannya semakin banyak.
"Hampir semua anak menjadi korban, saya marah sekali," kata Kristoforus yang didampingi istrinya.
Diberitakan sebelumnya, Kristoforus Mboko, Kepala Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 2 Nita, Desa Nirangkliung, Kecamatan Nita, Kabupaten Sikka, dilapor kepada Kepolisian Resor (Polres) Sikka oleh 18 siswinya, Senin (30/6/2014) pagi.
Kristoforus dilapor karena diduga telah melakukan pelecehan seksual terhadap 18 siswi sekolah yang dipimpinnya itu. Alat vital dan pantat mereka diraba-raba. Belasan siswi didampingi oleh orangtua mereka masing-masing mendatangi Polres Sikka, Senin (30/6/2014). Mereka memberikan keterangan secara beramai-ramai di ruangan Sentra Pelayanan Kepolisian (SPK) Polres Sikka.

Dua Pasangan Mesum di Rumah Kontrakan Digerebek Warga

Dua Pasangan Mesum di Rumah Kontrakan Digerebek Warga
Tribun Jateng/Muh Radlis
Empat pasangan mesum yang diamankan dari sebuah kos di Pusponjolo, diberi arahan di Polsek Semarang Barat. 


LAMONGAN -Dua  pasangan  mesum yang sedang menginap di rumah kontrakan  digerebek warga di Dusun Dandangan, Desa Dlanggu, Deket Lamongan.

Kedua pasangan tersebut kini digelandang ke balai desa, Selasa (01/07) siang ini.

Dua pasangan teridentifikasi bernama, Romsiyah (30) asal Desa Kedungboyountung Kecamatan Turi, Ifah Alfianah (20) warga Desa Copreng Tuban, Faris (20)  dan Padri (30) keduanya asal Desa Dukuhagung Kecamatan Tikung ini terungkap masuk rumah yang dikontrak Romsiyah Selasa (01/07) sejak pukul 01.00 WIB.

Warga semula tidak menyangka kalau Romsiyah, pekerja di salah satu kafe  yang sudah setahun mengontrak rumah milik Sri Rahayu itu berani memasukkan teman laki - lakinya yang datang bersamaan satu pasangan lainnya, Ifah Alfianah dan Faris.

Naasnya ulah ini kali pertama diketahui SO (23) yang tak lain suami Romsiyah yang telah memberinya seorang anak.

Kedua pasangan ini digerebek Selasa (01/07) sekitar pukul 10.00 WIB saat rumah kontrakan itu masih tertutup rapat.

Ini bermula dari kecurigaan SO, suami Romsiyah yang bertandang ke rumah tempat kelahiran Romsiyah.

Namun SO tak berhasil menemui istrinya di rumah ibunya. Kemudian mencoba mencari ke rumah yang dikontrak SO.

Saat mendapati informasi kalau di dalam rumah itu ada pasangan suami istri, SO semakin curiga jika istrinya telah memasukkan laki - laki lain.

SO-pun kemudian berusaha mengetuk pintu rumah itu hingga beberapakali.

"Saya sendiri yang melihat mereka berempat ada dalam rumah, satu pasang dalam kamar dan satunya di ruang tamu,"kata SO kepada Surya Online (Tribunnews.com Network) yang menemuinya di Balai Desa Dlanggu.

SO kemudian berinisiatif memberitahukan kepada warga dan ramai - ramai warga Dandangan menggerebek empat anak manusia tanpa jalinan ikatan nikah resmi ini.

Warga berlanjut membawa dua pasangan mesum ini ke Balai Desa Dlanggu.

Keempatnya mengakui kalau ia telah berbuat layaknya hubungan suami istri. Kemudian oleh Kepala Desa Dlanggu, Fadlan dan Kepala Desa Kedungboyountung, Ridwan keempatnya diminta membuat surat pernyataan bermeterai yang isinya tidak akan mengulangi perbuatannya dan Romsiyah juga sanggup meninggalkan rumah kontrakan tersebut.

"Kita kasih waktu dua minggu agar Romsiyah mengemasi semua barang di rumah kontrakan itu serta meninggalkannya,"ungkap Fadlan.