Ucapan

SELAMAT DATANG DI BLOG SUARA ENGGANG POST!

Kamis, 09 Agustus 2012

Debat Kandidat Live di TV Jakarta

Pontianak – Pascadiberikannya nomor urut pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Kalbar periode 2013-2018 oleh KPU Kalbar, tahapan selanjutnya adalah penyiapan logistik pilkada dan persiapan kampanye.
“Jadwal kampanye dari 3 hingga 16 September. Hari pertama adalah penyampaian visi dan misi masing-masing pasangan calon di Ruang Rapat Paripurna DPRD Provinsi Kalbar,” ungkap Ketua KPU Kalbar AR Muzzamil MSi kepada Rakyat Kalbar, Selasa (7/8).
Menurutnya, sebelum masa kampanye akan diadakan deklarasi kampanye oleh masing-masing pasangan calon. Saat ini KPU Kalbar masih menyiapkan segala sesuatunya. “Deklarasi kampanye damai masih dibicarakan. Karena kita melibatkan Kapolda. Kita usahakan pertengahan Agustus,” ujarnya.
KPU Kalbar juga merencanakan ada debat kandidat antara masing-masing pasangan calon. Saat ini KPU juga tengah menyiapkan debat kandidat tersebut.
“Debat kandidat tersebut kita beri nama debat publik. Hitung-hitungan kami antara 13-14 September 2012. Debat kandidat tersebut direncanakan akan disiarkan secara live di salah satu televisi nasional,” jelas Muzzamil.
Terkait untuk persiapan logistik pilkada, pengadaannya sekarang sudah dimulai. Bahkan beberapa bagian sudah diumumkan siapa pemenang lelangnya.
“Saya sudah meminta kepada bagian kesekretariatan supaya dalam pengadaan logistik ini tepat sasaran. Tidak molor dari jadwal yang kita tentukan. Diusahakan dua minggu sebelum hari-H, logistik sudah sampai di KPU kabupaten/kota,” pungkasnya.
Di tempat yang sama, Kabag Keuangan dan Logistik Firman Hutabalian mengatakan persiapan untuk logistik pilgub sudah siap dan selesai di tender. Tinggal surat suara dan kartu pemilih yang masih belum diumumkan siapa pemenang tendernya. Tetapi dalam waktu 2-3 hari ini sudah diumumkan.
“Tinggal surat suara dan kartu pemilih yang belum diumumkan tendernya. Sejauh ini dari kesiapan logistik tidak ada masalah. Targetnya dua minggu sebelum pelaksanaan sudah ada semua di kabupaten/kota se-Kalbar. Sehingga masih banyak waktu dari KPU kabupaten untuk mendistribusikannya ke tingkat PPK,” tutupnya. (kie)

Pertegas Ihwal Mundur Anggota TNI dan Polri yang Maju Pemilukada

Jakarta – Indonesian Human Rights Committee for Social Justice (IHCS) sudah memperbaiki permohonan uji materi (judicial review) atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008, khususnya Pasal 59 ayat (5) huruf (g).
Seperti dikutip dari website Mahkamah Konstitusi, kuasa hukum IHSC M Zainal Umam menyampaikan perbaikan permohonan menyangkut kedudukan hukum pemohon (legal standing).
“Pada persidangan terdahulu, sebagaimana disarankan oleh panel hakim antara lain mengenai legal standing Pemohon dalam hal ini IHCS. Di legal standing ini kita memasukkan kerugian-kerugian konstitusional secara lebih konkret berdasarkan permohonan yang kemarin,” kata Zainal Umam.
Ketentuan mengenai pernyataan pengunduran anggota TNI dan Polri dalam pencalonan pemilukada yang  tertuang dalam Pasal 59 Ayat (5) huruf g Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda), itu merupakan sidang kali kedua untuk perkara 67/PUU-X/2012.
Di hadapan panel hakim konstitusi Achmad Sodiki (ketua panel), Moh Mahfud MD, dan Muhammad Alim, Zainal mempertajam alasan uji materi UU Pemda yang diajukan kliennya. Panel hakim juga mengesahkan alat bukti pemohon. Pemohon mengajukan alat buki P-1 sampai P-14.
Seperti diketahui, pasal 59 ayat (5) huruf g UU Pemda menyatakan, “Partai politik atau gabungan partai politik pada saat mendaftarkan pasangan calon, wajib menyerahkan: (g) surat pernyataan mengundurkan diri dari jabatan negeri bagi calon yang berasal dari pegawai negeri sipil, anggota Tentara Nasional Indonesia, dan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.”
Menurut IHCS, pasal 59 ayat (5) huruf g UU Pemda itu bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28J ayat (2) dan Pasal 30 UUD1945.
Ketentuan tersebut melegitimasi dan memperbolehkan anggota TNI/POLRI untuk mencalonkan diri sebagai calon kepala daerah dan wakil kepala daerah dengan terlebih dahulu menyertakan surat pengunduran diri dari jabatannya. Hal ini bertentangan dengan larangan yang secara tegas dinyatakan dalam UU TNI dan UU Kepolisian RI.
Pasal 59 ayat (5) huruf g UU Pemda berpotensi multitafsir dan menimbulkan ketidakpastian hukum sepanjang frasa “surat pernyataan mengundurkan diri” tidak dimaknai dengan harus adanya surat keputusan “telah mengundurkan diri dari instansi dan telah disetujui oleh instansi yang berwenang” sebagai salah satu persyaratan untuk maju sebagai bakal calon kepala daerah yang berasal dari anggota TNI dan Polri dengan kata lain telah berhenti dari keanggotaan TNI atau Polri.
Dengan demikian, frasa “surat pernyataan mengundurkan diri” tersebut bertentangan dengan Pasal 30 UUD 1945, sepanjang tidak dimaknai dengan adanya surat keputusan non aktif dari jabatan struktural dan jabatan fungsional Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Model kekaryaan

Seperti ditulis Kompas, praktik yang sering terjadi di lapangan, sejumlah calon kepala daerah (dari unsur TNI/ Polri) memang mengajukan surat pengunduran diri. Namun, begitu gagal dalam pemilihan, mereka kembali ke jabatannya semula (4/7).
“Seharusnya kan tidak hanya surat pengunduran diri, tetapi surat penonaktifan dari atasannya. Ketentuan ini sering ditafsirkan secara berbeda-beda sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum,” ungkap Gunawan mewakili IHCS.
Di satu daerah, lanjutnya, anggota TNI/Polri bisa mendaftar sebagai calon kepala daerah hanya dengan menunjukkan surat pengunduran diri, tetapi di daerah lain mensyaratkan surat penonaktifan.
Ketentuan tersebut juga tidak sejalan dengan reformasi sektor keamanan khususnya reformasi TNI dan Polri yang ditandai dengan hilangnya fungsi sosial politik dan kekaryaan.
“Anggota TNI, Polri, dan pegawai negeri sipil (PNS) dilarang berpolitik dalam rangka melindungi tanah air dan memberikan pelayanan yang optimal kepada masyarakat,” tegas Gunawan saat mendaftarkan gugatan.
Masalah krusial adalah saat mereka mendaftarkan diri ke KPU tapi tanpa hitam di atas putih keabsahan mundur, tidak bisa dibenarkan. Pembenaran menurutnya melanggar hukum
“Kalau sewaktu mendaftar masih dalam posisi anggota TNI/Polri aktif (karena belum ada surat penonaktifan dari atasannya), itu jelas melanggar sistem demokrasi yang diatur berdasarkan hukum. Itu mirip dengan model kekaryaan zaman dahulu, anggota TNI/Polri ditugaskan disipilkan,” kata Gunawan. *

Tambul: Serba Tak Transparan

Pontianak – Calon Gubernur Kalbar bernomor urut 4, H Abang Tambul Husin geleng kepala ketika ditanya proses pendaftaran bakal calon, verifikasi, pemeriksaan kesehatan, hingga penetapan nomor urut oleh KPU Kalbar.
“Semua serba tidak transparan. Karena itu masyarakat harus diberikan penjelasan tentang semua yang menyangkut pemilukada ini. Saya hanya bisa geleng-geleng kepala,” kata Tambul menjawab Rakyat Kalbar via ponselnya sebelum bertolak ke Jakarta, kemarin.
Calon yang berpasangan dengan Pdt Barnabas Simin itu mempertanyakan soal pemeriksaan kesehatan. “Okelah, alasannya IDI Kalbar punya kode etik tak boleh mengumumkan selain KPU. Kan semua calon bisa berlindung di balik kode etik itu. Kalau dia pengusaha ya biarlah penyakitnya urusan pribadi. Tapi kalau calon yang akan jadi gubernur memimpin 4,5 juta warga Kalbar, wajib kesehatannya diketahui,” urai Tambul.
Menjawab rumors yang beredar bahwa pemeriksaan kesehatan calon gubernur dan wakil gubernur tak perlu sedetail astronaut, Tambul malah tertawa lebar. “Kalau astronaut bawa pesawat ruang angkasa ke Mars, lantas dia mati mendadak, risikonya hanya buat dia seorang. Gubernur ini tak boleh direpotkan dengan urusan penyakit atau kesehatan,” kelitnya.
Begitu pun soal cabut undi nomor urut, terasa sudah diatur sedemikian rupa sistemnya. “Kita salut dengan Singkawang yang lingkup kota. Walaupun hanya beberapa ratus pemilih, caranya transparan. Kita boleh angkat jempol dengan KPU Singkawang,” kata Tambul tertawa.
Yang jadi masalah krusial, menurut politisi senior ini adalah UU yang dipakai dalam seleksi pendaftaran tidak mengacu kepada semua aturan yang ada, hanya pada satu UU saja dengan mengabaikan kekuatan hukum aturan lainnya.
“Sudah jelas anggota TNI itu tidak boleh berpolitik praktis, kok masih lolos? Kalau dibilang masih dalam proses, hebat benar dispensasi yang diberikan untuk Armyn. Artinya, dia masih TNI aktif saat mendaftar karena tidak ada hitam di atas putih surat persetujuan permohonannya mundur dari anggota TNI,” ungkap Tambul yang tengah menyiapkan gugatannya.
Dia mengaku tidak masalah siapa pun yang dipilih rakyat itu adalah legitimasi. “Tapi jangan menggunakan peraturan yang masih bisa diuji kebenarannya dan mengabaikan UU lainnya bahkan UUD 45. Sehingga jika sudah berlangsung dan terpilih, tidak bermasalah dengan pelanggaran hukum dan aturan,” urai Tambul yang kemarin tampak sehat.
Rencananya, Tambul yang akan membeberkan persoalan keabsahan aturan yang digunakan dengan konsultasi ke berbagai pihak terkait di Jakarta. Dia belum memastikan kapan akan mengajukan gugatan resmi ke pengadilan. “Tunggu saja,” katanya. (kie)