Ucapan

SELAMAT DATANG DI BLOG SUARA ENGGANG POST!

Jumat, 05 April 2013

Wawancara eksklusif Wiwin soal sprindik Anas


Komite Etik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah menetapkan sekretaris Ketua KPK Abraham Samad, Wiwin Suwandi, sebagai pelaku pembocor Surat Perintah Penyidikan atas tersangka Anas Urbaningrum. Tetapi, mereka tidak bisa menjatuhkan sanksi buat Wiwin, lantaran dia bukan pimpinan. Hanya Dewan Pertimbangan Pegawai yang berhak memberikan sanksi kepada Wiwin. Kemungkinan besar, kariernya di KPK tamat akibat perbuatannya itu.

Dalam wawncara dengan Aryo Putranto Saptohutomo dan Putri Artika Resyakasih dari merdeka.com beberapa waktu lalu, Wiwin mengakui dia yang berinisiatif menyebarluaskan sprindik Anas itu kepada wartawan. Bahkan, dia mengatakan Abraham Samad tidak mengetahui hal itu. Dia pun membantah ketika disebutkan penyebaran sprindik itu atas perintah Abraham.

Hal itu sekaligus meruntuhkan opini yang menuding Abraham Samad sebagai pelaku utama pembocor sprindik Anas selama ini. Tetapi, benarkah di balik pengusutan pembocor sprindik dan pembentukan Komite Etik ada agenda buat menjatuhkan Abraham Samad dari posisinya sebagai Ketua KPK? Lalu mengapa KPK ngotot membentuk Komite Etik? Padahal Wiwin sudah mengaku sejak awal dia adalah si pembocor itu. Berikut petikan wawancara khusus dengan Wiwin Suwandi.

Jadi bagaimana urutan peristiwa sampai sprindik AU bisa bocor?

Sejak awal saya mengakui yang membocorkan sprindik. Jadi begini, awalnya sudah ada gelar perkara kecil soal kasus gratifikasi proyek Hambalang, yang dihadiri oleh satuan tugas kasus gratifikasi hambalang dan direktur penindakan. Dari situ mereka sepakat menaikkan status kasus ini ke penyidikan.

Nah, tetapi tentu publik nantinya akan bertanya-tanya. Kok kasusnya Hambalang, tapi cuma kena soal gratifikasi. Ternyata itu strategi penyidik. Para penyidik pun mengakui tidak ada tekanan dalam mengusut kasus Hambalang. Penyidik pun mengakui mereka sudah terlambat, karena untuk kasus Hambalang ditargetkan selesai pada November tahun lalu. Tetapi mungkin karena alasan alat bukti atau tanda tangan, akhirnya penyidikan tertunda empat bulan.

Usai ekspose kecil itu, di antara lima pimpinan, ada satu yang belum sepakat soal penaikan penyidikan gratifikasi Hambalang, yaitu Pak Busyro (Muqoddas). Dia minta ada satu kali gelar perkara lagi. Yang lain sudah sepakat. Lalu turunlah draf sprindik itu. Begitu sampai ke tangan Pak Abraham melalui saya, dia langsung tanda tangan. Karena saat itu Busyro sedang berada di Medan, sementara Bambang Widjojanto sedang berada di luar negeri. Apalagi pekan depannya Pak Abraham ke Selandia Baru.

Saya berpikir agar jangan sampai gara-gara Pak Ketua belum tanda tangan semuanya jadi terhambat. Karena sudah biasa di KPK tanda tangan pimpinan lain dalam sprindik bisa menyusul.

Usai diparaf, malam itu satu rangkap salinannya saya berikan ke Pak Abraham. Dia kan mesti punya arsip, buat jaga-jaga kalau ditanya wartawan. Setelah itu, saya scan lagi draf sprindik itu dan saya cetak kembali. Salinan yang kedua itu yang saya berikan kepada dua wartawan keesokan harinya. Tetapi malam itu, saya juga menginformasikan soal sprindik ke Irman Putrasidin dan Alvon Kurnia Palma.

Namun malam itu, sudah ada kabar AU jadi tersangka. Tapi bukan dari saya. Ternyata penyidik pun juga mengabarkan kepada orang lain. Saat saya berikan salinan sprindik kepada dua wartawan itu alasannya sederhana saja. Agar kasus ini segera terungkap, lalu segera diadakan jumpa pers, soal tanda tangan pimpinan lain kan bisa menyusul.

Saya berpikirnya begini. Mungkin karena saya orang kampung yang tidak paham birokrasi, saya berikan sprindik itu atas inisiatif saya. Mereka tidak memanggil saya. Mereka cuma bertanya karena mendengar kabar AU sudah menjadi tersangka. Malam itu saya ketemu mereka di Gedung Setiabudi buat memberikan sprindik. Saya cuma pesan tolong segera dimuat biar publik tahu. Karena saya yakin pekan depannya akan ada jumpa pers soal perkara itu.

Ternyata, takdir berbalik. Hal ini dimanfaatkan oleh beberapa pihak. Sejak kasus sprindik ini bocor, muncul skenario buat menjustifikasi Abraham Samad sebagai pelaku. Kemudian dari situ dibentuklah Komite Etik.

Padahal, Komite Etik dibentuk atas dasar Berita Acara Pemeriksaan dilakukan oleh Pengawas Internal. Di depan PI, saya sudah bersumpah atas nama Allah S.W.T., kalau saya membocorkan sprindik itu tidak atas perintah siapapun, termasuk Abraham Samad.

Jadi Anda mengaku tidak pernah disuruh siapapun menyebarkan sprindik?

Tidak. Saya berani bersumpah dengan Alquran. Waktu itu saya tantang Komite Etik dan Dewan Pertimbangan Pegawai buat bersumpah di atas Alquran, dan di hadapan Abraham Samad, memang benar saya membocorkan sprindik itu tidak atas perintah siapapun.

Lalu timbul pertanyaan, kenapa Komite Etik dibentuk, padahal sejak awal saya sudah mengaku sebagai pembocor sprindik. Padahal sprindik itu kan bukan rahasia negara. Kira-kira apa tujuan mereka.

Apakah ingin mengkudeta?

Saya tidak mau berburuk sangka terhadap orang lain, tapi kemungkinan itu ada. Kita berpikir logis di sini. Lalu saya menganggap ada agenda buat mendiskreditkan Abraham Samad. Abdullah Hehamahua atau Bambang Widjojanto misalnya. Jika Bambang peduli dengan temannya yang menjadi ketua, dia bisa panggil saya di tahap awal. Ketika dia menerima BAP itu, dia bisa memanggil saya.

Kalau dia bijaksana, dia kan bisa menegur saya, karena perbuatan saya memiliki risiko luar biasa. Dan bisa menjatuhkan Abraham Samad. Tetapi dia tidak melakukan itu. Dia terlalu percaya ini adalah kesalahan Abraham Samad. Di situ kesalahan fatal dan blunder besar mereka.

Setelah Dihamili, Anak Kandung Diasingkan

Bunga Diancam agar Melayani Nafsu Ayah Kandungnya Sendiri

Bunga memberikan keterangan di Mapolres Landak
Antonius Sutarjo
Bunga memberikan keterangan di Mapolres Landak, Rabu (3/4)
Ngabang – RA, 44, memang bejat. Bukan hanya menghamili Bunga, 15, tetapi juga mengungsikan anak kandungnya itu untuk menutupi kesalahannya. Karena tidak tahu anak gadisnya dihamili oleh suaminya sendiri, sang ibu juga ikut mengungsikan Bunga di kediaman pamannya di Meliau—Sanggau.
“Jangan bilang kamu hamil sama ayah, nanti kita sama-sama masuk penjara,” kata Bunga kepada wartawan, Rabu (3/4).
Bunga mengaku, diungsikan kedua orang tuanya pada Februari 2013, saat itu umur kehamilannya sudah enam bulan.
“Kepindahan saya ke Meliau atas saran ayah dan ibu saya. Tetapi saat itu ibu saya tidak tahu kalau yang menghamili saya itu adalah ayah,” jelas Bunga dengan perut membuncit.
Setelah dua bulan di Meliau, Bunga mendapat kabar ayahnya ditangkap polisi. Kemudian dirinya tiba-tiba dipanggil ke Mapolres Landak. Polisi meminta penjelasan tentang kehamilan dirinya. “Karena yang menghamili saya adalah ayah saya sendiri, saya harus akui itu di depan petugas,” ujarnya.
Warga Dusun Sadok, Desa Ambawang, Kecamatan Sompak—Landak mengaku dipaksa melayani nafsu bejat sang ayah. “Pertama kali saya dipukul di bagian bahu saya, agar mau melayani ayah. Setelah saya dalam posisi telentang ayah menyuruh saya buka pakaian sendiri,” jelas Bunga di Mapolres Landak.
Setelah menikmati tubuh anak kandungnya sendiri, RA ketagihan. Dia berulang-ulang melakukannya dengan cara memaksa anak gadisnya. Gadis kelahiran 1997 itu menuturkan, waktu ketahuan dirinya hamil, sang ayah mengatakan yang pernah bilang, kalau dia dihamili ayahnya sendiri.
Pelajar salah satu SMA di Sompak ini mengaku, dirinya ingin sekali melanjutkan sekolahnya. Bunga bercita-cita ingin menjadi polisi wanita (Polwan) sesuai dengan postur badannya yang tinggi besar. Namun cita-citanya itu justru digagalkan oleh ayahnya sendiri.
“Saya benci dengan ayah saya. Ia tega berbuat hal itu kepada saya sebagai anak kandungnya. Pada saat melakukan hal itu, saya hanya ketakutan dengan ancaman ayah,” tangis Bunga.
Kanit IV Polres Landak PPA Aiptu Dahman mengatakan, ibunda Bunga belum bisa memenuhi panggilan polisi. Sang ibu masih shock berat karena terkejut mendengar kabar orang yang menghamili anaknya adalah suaminya sendiri. “Kita akan panggil ibunya untuk dimintai keterangan sebagai saksi dalam kasus ini,” jelas Dahman.

Anak Kandung Diperkosa Sampai Hamil

RA menjalani pemeriksaan di ruang PPA Polres Landak
Antonius Sutarjo
RA menjalani pemeriksaan di ruang PPA Polres Landak, Selasa (2/4)
Ngabang – Menggelar predikat sarjana, tapi otaknya tak ubah dengan orang yang tak berpendidikan dan tak berperikemanusiaan. Itulah RA, 44, yang telah menghamili anak kandungnya sendiri, sebut saja Bunga berusia 15 tahun.
Warga Dusun Sadok, Desa Ambawang, Kecamatan Sompak—Landak ini mengaku sudah 31 kali menyetubuhi anak kandungnya sendiri. Bahkan sampai hamil delapan bulan. RA mengaku lulusan salah satu perguruan tinggi di Kota Pontianak. Namun dia bekerja sebagai petani.
RA dilaporkan anak kandungnya sendiri ke Mapolres Landak, Senin (1/4). Hari itu juga sang ayah dijemput polisi di kediamannya. Di hadapan petugas Bunga mengaku ayahnya mengancam agar dia tidak melapor kepada ibunya. “Kalau kamu lapor sama ibu, ayah akan masuk penjara,” kata Bunga kepada petugas.
Dikatakan Bunga, ayahnya memaksa dirinya melakukan hubungan intim sudah kerap kali. Bahkan seingat dirinya sudah 31 kali dengan lokasi yang berbeda-beda.
“Kami melakukan hubungan badan di tempat yang berbeda-beda. Kadang-kadang di rumah sendiri, ada juga yang dilakukan di tempat lain,” ujar Bunga.
Kapolres Landak melalui Kanit IV Penanganan Perempuan dan Anak (PPA) Aiptu Dahman mengaku jajarannya masih memproses kasus ayah menghamili anak kandungnya. “Hubungan intim antara ayah dan anak ini mulai April sampai Juni 2012 lalu. RA sendiri memiliki dua anak, semuanya perempuan. Sedangkan Bunga duduk di kelas I SMA, anak kedua RA,” ungkap Dahman.
Bahkan kata Dahman, di hadapan penyidik, RA mengaku bahwa dirinya seorang sarjana lulusan salah satu perguruan tinggi di Pontianak. Perbuatannya tidak sesuai dengan predikat yang ia sandang. Seharusnya sebagai ayah kandung, RA bisa membimbing, mengasuh dan mendidik anaknya. “Kasus ini akan terus dikembangkan, bahkan istri RA juga akan kita periksa sebagai saksi,” ujar Dahman.
Bunga masuk kategori anak bawah umur. RA akan dikenakan pasal berlapis. UU perlindungan anak dengan Pasal 287 dan dijerat dengan Pasal 294 KUHP, karena korban merupakan anak kandungnya.