Ucapan

SELAMAT DATANG DI BLOG SUARA ENGGANG POST!

Senin, 12 November 2012

Pemprov Kalbar Ajukan Raperda Perubahan SOPD

Pontianak – Pemerintah Kalbar mengajukan rancangan peraturan daerah terkait perubahan Struktur Organisasi Perangkat Daerah (SOPD) di sembilan satuan kerja. Tujuannya menyesuaikan dengan kebutuhan pemerintah daerah dan kebijakan yang ditetapkan pemerintah pusat.
“Perubahan sejumlah SOPD itu menjadi sangat penting dan strategis untuk mendapatkan dana dekonsentrasi. Karena kementerian tidak akan memberikan dana dekonsentrasi apabila organisasi perangkat daerah tidak sesuai dengan organisasi kementerian,” kata Gubernur Kalbar Drs Cornelis MH saat penyampaian usulan SOPD pada Rapat Paripurna DPRD Kalbar yang diwakilkan Sekda Kalbar M Zeet Hamdy Assovie, Jumat (9/11).
Perubahan urusan dan nomenklatur SOPD ini menyesuaikan dengan organisasi di pemerintah pusat. Sehingga sinkron dalam pelaksanaan tupoksi. Integrasi organisasi perangkat daerah dengan kementerian di pemerintah pusat meliputi kesamaan nomenklatur organisasi/bidang/subbidang/seksi. “Kesesuaian itu menjadi alasan kementerian terkait dalam memberi dana dekonsentrasi kepada pemerintah daerah,” kata M Zeet.
Pergantian pimpinan serta pembentukan SOPD menjadi dilematis, karena ada tanggungan anggaran yang jadi beban pemerintah daerah. Satu sisi, pemerintah daerah memang memerlukan anggaran tidak sedikit untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Maka perlu mendapatkan dukungan pendanaan dari pemerintah pusat.
Namun di sisi lain, tidak semua urusan pemerintah harus diwadahi dalam organisasi perangkat daerah yang berdiri sendiri. Apabila kondisi ini dipaksakan, tidak menutup kemungkinan organisasi perangkat daerah yang dibentuk menjadi tidak efisien dan efektif.
“Selain untuk meningkatkan dana dekonsentrasi, perubahan itu juga menjawab rekomendasi DPRD terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah akhir jabatan gubernur masa bakti 2008–2013. Terutama yang berkaitan di bidang pendidikan, pemberdayaan masyarakat, hukum, peningkatan Indeks Pembangunan Masyarakat (IPM), perumahan rakyat, pelayanan perizinan terpadu, dan pembangunan kawasan perbatasan,” jelasnya.
Organisasi perangkat daerah yang diusulkan untuk diubah meliputi Dinas Pendidikan menjadi Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata menjadi Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Badan Penanaman Modal Daerah menjadi Badan Penanaman Modal Daerah dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu, Badan Pengelolaan Kawasan Perbatasan dan Kerja sama menjadi Badan Pembangunan Perbatasan dan Daerah Tertinggal.
Badan Pemberdayaan Perempuan, Anak, Masyarakat dan KB dipecah menjadi dua unit kerja, yakni Badan Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan KB dan Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa.
Kemudian penguatan kelembagaan yang menangani perumahan rakyat di Dinas Pekerjaan Umum. Penghapusan jabatan struktural Eselon IV di bawah Inspektur Pembantu pada Inspektorat Provinsi. Selain itu, diajukan pula perubahan nomenklatur jabatan struktural pada Satuan Polisi Pamong Praja, Biro Hukum dan Biro Pemerintahan.

Peran Baperjakat hanya formalitas

Peran Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Baperjakat) dalam pembinaan karier PNS, belakangan hanya dijadikan formalitas saja. Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) yang saat ini masih dipegang oleh kepala daerah, sesuka hati menentukan karier PNS tanpa minta pertimbangan Baperjakat.
“Banyak kasus di daerah, kepala daerah yang semaunya memindahkan pegawai tanpa koordinasi dengan Baperjakat. Alhasil seorang pejabat eselon II bisa nonjob karena faktor like and dislike dari PPK,” kata Kasubdit Peraturan Perundang-undangan Badan Kepegawaian Negara (BKN) Sukamto di Jakarta, Jumat (9/11).
Dijelaskannya, Baperjakat dibentuk sebagai kelengkapan PPK untuk pembinaan karier PNS di lingkungannya seperti kenaikan pangkat, pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian dari dan dalam jabatan struktural.
“Baperjakat melakukan pemeriksaan yang menyangkut syarat administrasi, melakukan penilaian, dan memberikan rekomendasi kepada PPK,” ujarnya.
Lebih lanjut dijelaskan, sesuai PP Nomor 9 Tahun 2003 bahwa PPK (gubernur, bupati, atau walikota) mempunyai kewenangan untuk mengangkat, memindahkan, dan memberhentikan PNS dari dan dalam jabatan struktural di lingkungannya.
Namun, sekalipun mempunyai kewenangan, PPK juga harus memerhatikan Norma Standar dan Prosedur (NSP) di bidang kepegawaian serta norma kepatutan. NSP tersebut antara lain Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 sebagai pengganti UU Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, PP Nomor 100 Tahun 2000 junto PP Nomor 13 Tahun 2002 tentang pengangkatan dalam jabatan struktural dan lain sebagainya.
“Baperjakat akan dikuatkan lagi fungsinya, apalagi dengan adanya RUU Aparatur Sipil Negara di mana sekretaris daerah menjadi PPK,” pungkasnya. (kie/jpnn)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar