Ucapan

SELAMAT DATANG DI BLOG SUARA ENGGANG POST!

Jumat, 16 Maret 2012

Damai Itu Indah

Pemasangan spanduk di depan Asrama Mahasiswa Pangsuma yang isinya menolak kehadiran Front Pembela Islam (FPI) di Kalbar berujung keributan, Rabu (14/3) sore di Jalan KH Wahid Hasyim Pontianak. Hanya ribut biasa, adu mulut saja, dan kondisi berhasil dikendalikan meskipun terjadi konsentrasi massa yang kebanyakan hanya menonton.
Kabar ini begitu cepat menjalar dari mulut ke mulut ditambah pesan berangkai melalui komunikasi selular serta perangkat IT lainnya. Isunya makin meluas dan melenceng dari fakta yang sesungguhnya. Padahal kejadian itu hanya biasa saja. Yang membuat tidak biasa justru penambahan informasi yang salah seolah-olah chaos dan siaga.
Kejadian tersebut memang tak boleh dianggap sepele. Paling tidak menjadi indikator pentingnya menjaga kerukunan antarumat, antaretnis, dan antaragama di Kalbar. Sejarah masa lalu berupa konflik etnis sudah terkubur jauh meskipun masih menjadi noktah yang sesekali bisa meletup.
Selayaknya semua pihak berpandangan, jika konflik terjadi sekecil apa pun hanya akan merugikan, membuat kemunduran bagi perjalanan Kalbar. Anggap saja konflik dan kekerasan itu merupakan “anak haram peradaban” yang telah mencoreng kondisi Kalbar.
FPI di Kalbar sudah lama berdiri dan eksis. Boleh jadi penolakan itu terilhami peristiwa di Kalimantan Tengah yang semua elemennya termasuk pemerintah daerah setempat bersepakat dibubarkan. Hanya saja, peribahasa mengungkapkan: lain padang lain ilalang, lain Kalteng lain pula Kalbar.
Selama ini tidak ada yang mempersoalkan kehadiran FPI di Kalbar. Sepak terjang organisasi itu juga malah tidak melakukan hal-hal yang frontal, tetapi lebih concern dalam urusan dakwah dan syiar. Tak bijak rasanya disulut dengan masalah yang hanya akan menimbulkan permusuhan dan pertentangan.
Apa sih untungnya “memecah” keheningan yang telah membuat tenteram masyarakat Kalbar. Lalu, siapa yang memasang spanduk penolakan itu? Inilah akar masalah yang harus diungkapkan oleh aparat penegak hukum. Dengan demikian, masalahnya tidak menjadi lebar, tidak dikait-kaitkan atau dihubungkan dengan masalah lain yang variabelnya bias seperti suksesi kepemimpinan (pemilukada) dan lain-lain.
Pengungkapan apa dan siapa yang menjadi biang keributan (provokator) merupakan solusi jangka pendek agar semua pihak lebih dapat bersikap toleran. Artinya, menjaga sikap dan tindakan agar tercipta kerukunan. Kita pada umumnya tentu saja menginginkan kedamaian. Dengan hidup damai, bisa bekerja dan berusaha tenang, ekonomi dapat tumbuh, rasa aman pun terjamin.
Solusi jangka panjang yang perlu dipersiapkan adalah melalui “early warning system” (sistem peringatan dini) yang harus sudah terbangun dan terintegrasi. Misalnya saja memberdayakan forum silaturahmi antaretnis yang tidak melulu kelompok elitenya saja, tetapi sampai ke “grass root”. ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar