“Considering
this statement, which was written and signed in Novemver, 21th 1963
while the new certificate was valid in 1965 all the ownership, then the
following total volumes were just obtained.”
Itulah sepenggal kalimat yang menjadi berkah sekaligus kutukan bagi bangsa Indonesia hingga kini. Kalimat itu menjadi kalimat penting dalam perjanjian antara Presiden Amerika Serikat John F. Kennedy dengan Soekarno pada 1963.
Itulah sepenggal kalimat yang menjadi berkah sekaligus kutukan bagi bangsa Indonesia hingga kini. Kalimat itu menjadi kalimat penting dalam perjanjian antara Presiden Amerika Serikat John F. Kennedy dengan Soekarno pada 1963.
Soekarno dan John F. Kennedy
Banyak pengamat Amerika melihat perjanjian yang kini dikenal dengan nama “The Green Hilton Agreement” itu sebagai sebuah kesalahan bangsa Amerika. Tetapi bagi Indonesia, itulah sebuah kemenangan besar yang diperjuangkan Bung Karno. Sebab volume batangan emas tertera dalam lembaran perjanjian itu terdiri dari 17 paket sebanyak 57.150 ton lebih emas murni.
Banyak pengamat Amerika melihat perjanjian yang kini dikenal dengan nama “The Green Hilton Agreement” itu sebagai sebuah kesalahan bangsa Amerika. Tetapi bagi Indonesia, itulah sebuah kemenangan besar yang diperjuangkan Bung Karno. Sebab volume batangan emas tertera dalam lembaran perjanjian itu terdiri dari 17 paket sebanyak 57.150 ton lebih emas murni.
Bahasa
lain yang sering dikemukakan Bung Karno kepada rekan terdekatnya, bahwa
ia ingin harta nenek moyang yang telah dirampas oleh imprealisme dan
kolonialisme dulu bisa kembali. Tetapi perjanjian yang diteken itu,
hanya sebatas pengakuan dan mengabaikan pengembaliannya. Sebab Negeri
Paman Sam itu mengambilnya sebagai harta pampasan perang dunia I dan II.
Konon cerita, harta itu dibawa ke Belanda dari Indonesia, kemudian
Belanda kalah perang dengan Jerman, maka Jerman memboyong harta itu ke
negaranya. Lalu dalam perang dunia kedua, Jerman kalah dengan Amerika,
maka Amerika membawa semua harta itu ke negaranya hingga kini.
Perjanjian
itu berkop surat Burung Garuda bertinta emas di bagian atasnya yang
kemudian menjadi pertanyaan besar pengamat Amerika. Yang ikut serta
menekan dalam perjanjian itu tertera John F. Kennedy selaku Presiden
Amerika Serikat dan William Vouker yang berstempel “The President of The
United State of America” dan dibagian bawahnya tertera tandatangan
Soerkarno dan Soewarno berstempel “Switzerland of Suisse.” Yang menjadi
pertanyaan kita bersama adalah, mengapa Soekarno tidak menggunakan
stempel RI. Pertanyaan itu sempat terjawab, bahwa beliau khawatir harta
itu akan dicairkan oleh pemimpin Indonesia yang korup, kelak.
Perjanjian
yang oleh dunia moneter dipandang sebagai pondasi kolateral ekonomi
dunia hingga kini, menjadi perdebatan panjang yang tak kunjung selesai
pada kedua negara, Indonesia dan Amerika. Banyak para tetua dan kini
juga anak muda Indonesia dengan bangganya menceritakan bahwa Amerika
kaya karena dijamin harta rakyat Indonesia. Bahkan ada yang mengatakan,
Amerika berhutang banyak pada rakyat Indonesia, karena harta itu bukan
punya pemerintah dan bukan punya negara Indonesia, melainkan harta
rakyat Indonesia. Tetapi, bagi bangsa Amerika, perjanjian kolateral ini
dipandang sebagai sebuah kesalahan besar sejarah Amerika.
The Green Hilton Agreement 1963.
Barangkali ini pulalah penyebab, mengapa Bung Karno kemudian dihabisi karir politiknya oleh Amerika sebelum berlakunya masa jatuh tempo The Green Hiltom Agreement. Ini berkaitan erat dengan kegiatan utama Soeharto ketika menjadi Presiden RI ke-2. Dengan dalih sebagai dalang PKI, banyak orang terdekat Bung Karno dipenjarakan tanpa pengadilan seperti Soebandrio dan lainnya. Menurut tutur mereka kepada pers, ia dipaksa untuk menceritakan bagaimana ceritanya Bung Karno menyimpan harta nenek moyang di luar negeri. Yang terlacak kemudian hanya “Dana Revolusi” yang nilainya tidak seberapa. Tetapi kekayaan yang menjadi dasar perjanjian The Green Hilton Agreement ini hampir tidak terlacak oleh Soeharto, karena kedua peneken perjanjian sudah tiada.
Barangkali ini pulalah penyebab, mengapa Bung Karno kemudian dihabisi karir politiknya oleh Amerika sebelum berlakunya masa jatuh tempo The Green Hiltom Agreement. Ini berkaitan erat dengan kegiatan utama Soeharto ketika menjadi Presiden RI ke-2. Dengan dalih sebagai dalang PKI, banyak orang terdekat Bung Karno dipenjarakan tanpa pengadilan seperti Soebandrio dan lainnya. Menurut tutur mereka kepada pers, ia dipaksa untuk menceritakan bagaimana ceritanya Bung Karno menyimpan harta nenek moyang di luar negeri. Yang terlacak kemudian hanya “Dana Revolusi” yang nilainya tidak seberapa. Tetapi kekayaan yang menjadi dasar perjanjian The Green Hilton Agreement ini hampir tidak terlacak oleh Soeharto, karena kedua peneken perjanjian sudah tiada.
Kendati
perjanjian itu mengabaikan pengembaliannya, namun Bung Karno
mendapatkan pengakuan bahwa status koloteral tersebut bersifat sewa
(leasing). Biaya yang ditetapkan Bung Karno dalam perjanjian sebesar
2,5% setahun bagi siapa atau bagi negara mana saja yang menggunakannya.
Dana pembayaran sewa kolateral ini dibayarkan pada sebuah account khusus
atas nama The Heritage Foundation yang pencairannya hanya boleh
dilakukan oleh Bung Karno sendiri atas restu yang dimuliakan Sri Paus
Vatikan. Namun karena Bung Karno “sudah tiada” (wallahuallam), maka yang
ditunggu adalah orang yang diberi kewenangan olehnya. Namun sayangnya,
ia hanya pernah memberikan kewenangan pada satu orang saja di dunia
dengan ciri-ciri tertentu. Dan inilah yang oleh kebanyakan masyarakat
Indonesia, bahwa yang dimaksudkan adalah Satria Piningit yang kemudian
disakralkan, utamanya oleh masyarakat Jawa. Tetapi kebenaran akan hal
ini masih perlu penelitian lebih jauh.
April
2009, dana yang tertampung dalam The Heritage Foundation sudah tidak
terhitung nilainya. Jika biaya sewa 2.5% ditetapkan dari total jumlah
batangan emasnya 57.150 ton, maka selama 34 tahun hasil biaya sewanya
saja sudah setera 48.577 ton emas. Artinya kekayaan itu sudah menjadi
dua kali libat lebih, dalam kurun kurang dari setengah abad atau setara
dengan USD 3,2 Trilyun atau Rp 31.718 Trilyun, jika harga 1 gram emas Rp
300 ribu. Hasil lacakan terakhir, dana yang tertampung dalam rekening
khusus itu jauh lebih besar dari itu. Sebab rekening khusus itu tidak
dapat tersentuh oleh otoritas keuangan dunia manapun, termasuk pajak.
Karenanya banyak orang-orang kaya dunia menitipkan kekayaannya pada
account khusus ini. Tercatat mereka seperti Donald Trump, pengusaha
sukses properti Amerika, Raja Maroko, Raja Yordania, Turki, termasuk
beberapa pengusaha besar dunia lainnya seperti Adnan Kassogi dan Goerge
Soros. Bahkan Soros hampir menghabiskan setengah dari kekayaannya untuk
mencairkan rekening khusus ini sebelumnya.
Pihak
Turki malah pernah meloby beberapa orang Indonesia untuk dapat membantu
mencairkan dana mereka di pada account ini, tetapi tidak berhasil. Para
pengusaha kaya dari organisasi Yahudi malah pernah berkeliling Jawa
jelang akhir 2008 lalu, untuk mencari siapa yang diberi mandat oleh Bung
Karno terhadap account khusus itu. Para tetua ini diberi batas waktu
oleh rekan-rekan mereka untuk mencairkan uang tersebut paling lambat
Desember 2008. Namun tidak berhasil.
Usaha
pencairan rekening khusus ini bukan kali ini saja, tahun 1998 menurut
investigasi yang dilakukan, pernah dicoba juga tidak berhasil.
Argumentasi yang diajukan tidak cukup kuat. Dan kini puluh orang dan
ratusan orang dalam dan luar negeri mengaku sebagai pihak yang mendapat
mandat tersebut. Ada yang usia muda dan ada yang tua. Hebatnya lagi,
cerita mereka sama. Bahwa mereka mengaku penguasa aset rakyat Indonesia,
dan selalu bercerita kepada lawan bicaranya bahwa dunia ini kecil dan
dapat mereka atur dengan kekayaan yang ia terima. Ada yang mengaku anak
Soekarno. lebih parah lagi, ada yang mengaku Soekarno sunggguhan tetapi
kini telah berubah menjadi muda. Wow.
Padahal,
hasil penelusuran penulis. Bung Karno tidak pernah memberikan mandat
kepada siapapun. Dan setelah tahun 1965, Bung Karno ternyata tidak
pernah menerbitkan dokumen-dokumen atas nama sipulan pun. Sebab setelah
1963 itu, owner harta rakyat Indonesia menjadi tunggal, ialah Bung Karno
itu sendiri. Namun sayang, CUSIP Number (nomor register World Bank)
atas kolateral ini bocor. Nah, CUSIP inilah yang kemudian dimanfaatkan
kalangan banker papan atas dunia untuk menerbitkan surat-surat berharga
atas nama orang Indonesia. Pokoknya siapapun, asal orang Indonesia
berpassport Indonesia dapat dibuatkan surat berharga dari UBS, HSBC dan
bank besar dunia lainnya. Biasanya terdiri dari 12 lembar, diantaranya
ada yang berbentuk Proof of Fund, SBLC, Bank Guransi, dan lainnya.
Nilainya pun pantastis. rata-rata diatas USD 500 juta. Bahkan ada yang
bernilai USD 100 milyar.
Ketika
dokumen tersebut dicek, maka kebiasaan kalangan perbankkan akan
mengecek CUSIP Number. Jika memang berbunyi, maka dokumen tersebut dapat
menjalani proses lebih lanjut. Biasanya kalangan perbankkan akan
memberikan bank Officer khusus bagi surat berharga berformat ini dengan
cara memasan Window Time untuk sekedar berbicara sesama bank officer
jika dokumen tersebut akan ditransaksikan. Biasanya dokumen jenis ini
hanya bisa dijaminkan atau lazim dibuatkan rooling program atau privcate
placement yang bertempo waktu transaksi hingga 10 bulan dengan high
yeild berkisar antara 100 s/d 600 % setahun. Uangnya hanya bisa
dicairkan untuk proyek kemanusiaan. Makanya, ketika terjadi musibah
tsunami di Aceh dan gempa besar lainnya di Indonesia, maka jenis dokumen
ini beterbangan sejagat raya bank. Tapi anehnya, setiap orang Indonesia
yang merasa nama tercantum dalam dokumen itu, masih miskin saja hingga
kini. Mengapa? Karena memang hanya permainan banker kelas kakap untuk
mengakali bagaimana caranya mencairkan aset yang terdapat dalam rekening
khusus itu.
Melihat
kasus ini, tak heran bila banyak pejabat Indonesia termasuk media massa
Indonesia menyebut “orang gila” apabila ada seseorang yang mengaku
punya harta banyak, milyaran dollar Amerika Serikat. Dan itulah pula
berita yang banya menghiasi media massa. Ketidakpercayaan ini satu sisi
menguntungkan bagi keberadaan harta yang ada pada account khusus ini,
sisi lain akan membawa bahaya seperti yang sekarang terjadi. Yakni,
tidak ada pembelaan rakyat, negara dan pemerintah Indonesia ketika harta
ini benar-benar ada.
Kasih
sedih itu terjadi. Presiden SBY ikut serta dalam pertemuan G20 April
silam. Karena Presiden SBY tidak pernah percaya, atau mungkin ada hal
lain yang kita belum tau, maka SBY ikut serta menandatangani rekomendasi
G20. Padahal tekenan SBY dalam sebuah memorandum G20 di London itu
telah diperalat oleh otoritas keuangan dunia untuk menghapuskan status
harta dan kekayaan rakyat Indonesia yang diperjuangkan Bung Karno
melalui kecanggihan diplomatik. Mengapa, karena isi memorandum itu
adalah seakan memberikan otoritas kepada lembaga keuangan dunia seperti
IMF dan World Bank untuk mencari sumber pendanaan baru bagi mengatasi
keuangan global yang paling terparah dalam sejarah ummat manusia.
Atas
dasar rekomendasi G20 itu, segera saja IMF dan World Bank mendesak
Swiss untuk membuka 52.000 rekening di UBS yang oleh mereka disebut
aset-aset bermasalah. Bahkan lembaga otoritas keuangan dunia sepakat
mendesak Vatikan untuk memberikan restu bagi pencairan aset yang ada
dalam The Heritage Foundation demi menyelamatkan ummat manusia. Memang,
menurut sebuah sumber terpercaya, ada pertanyaan kecil dari Vatikan,
apakah Indonesia juga telah menyetujui? Tentu saja, tandatangan SBY
diperlihat dalam pertemuan itu. Berarti sirnalah sudah harta rakyat dan
bangsa Indonesia. Barangkali inilah “dosa SBY” dan dosa kita semua yang
paling besar dalam sejarah bangsa Indonesia. Sebab, bila SBY dan kita
sepakat untuk paham akan hal ini, setidaknya ada geliat diplomatik
tingkat tinggi untuk mencairkan aset sebesar itu. Lantas ada pertanyan;
Sebodoh itukah kita?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar