Ucapan

SELAMAT DATANG DI BLOG SUARA ENGGANG POST!

Rabu, 06 Juni 2012

Kampung Budaya Tak Realistis

Cornelis: Menyerupai TMII

Pontianak. Rencana pembangunan perkampungan budaya yang dicanangkan Pemprov Kalbar masih berpolemik. Sebagian anggota dewan menilai rencana tersebut tidak realistis.
“Semangat untuk membangun kebudayaan itu sudah baik. Tapi harus realistis,” tegas Ir Ikhwani A Rahim, Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Kalbar di kantor dewan, Senin siang (28/2).
Maksud realistis yang dikemukakan Ikhwani ini menyangkut soal berbagai aspek. Antara lain, mulai perencanaan, ketersediaan lahan, hingga desain awal pembangunan perkampungan budaya tersebut.
Anggota Komisi D ini menilai, selama ini rancangan yang diajukan sangat tidak realistis. “Masak lahan hanya seluas 3 hektar bisa digunakan untuk membangun perkampungan budaya. Jadi cobalah diluruskan apakah yang mau dibangun itu rumah budaya, rumah adat atau perkampungan adat. Nomenklaturnya apa?” tegas Ikhwani.
Jika memang ingin membangun perkampungan budaya, seharusnya semua jenis kebudayaan ada di sana. Anggaplah Kalbar Indonesia kecil. “Kalau seperti itu, apakah kawasan tiga hektar itu bisa menampung,” ucapnya setengah bertanya.
Rencana pembangunan perkampungan budaya direncanakan dibiayai APBD Kalbar 2011 sebesar Rp 23 miliar. Anggaran biaya pembangunan itu ada di Bidang Cipta Karya Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kalbar.
Dinas Pekerjaan Umum sudah memaparkan desain pembangunan perkampungan budaya tersebut di hadapan para anggota dewan. Namun penjelasan yang disampaikan PU masih menimbulkan pertanyaan. Banyak item pembangunan yang dinilai belum jelas. “Tidak masuk akal, dan bakal ditertawakan orang. Membangun perkampungan budaya dengan kawasan tiga hektar. Kalau pun mau, dibangun pasar seni saja,” tukas Ikhwani.
Sekretaris Komisi D DPRD Kalbar, Andry Hudaya Wijaya SH menilai rencana pembangunan perkampungan budaya tidak sinergi dengan instansi yang mengerjakannya (Dinas PU). “Tidak nyambung. Bukan prioritas PU, tapi kok bicara budaya. Pos anggarannya tidak tepat ada di PU,” kata Andry, kemarin.
Perkampungan budaya, menurut Andry, bukan prioritas di Dinas PU. Perkampungan budaya harusnya menjadi kewenangan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kalbar, yang notabenenya mengembangkan kepariwisataan.
“Kalau di Dinas PU, khususnya bidang Cipta Karya, masih banyak dana yang diperlukan untuk infrastruktur dan urusan yang murni ke-PU-an. Apakah itu peningkatan jalan dan jembatan, revitalisasi bangunan yang sudah tua berkenaan dengan kepentingan publik, atau penataan lingkungan,” katanya.
Andry memaparkan, khusus untuk perbaikan infrastruktur jalan, masih banyak hal mendesak yang harus ditangani PU. Misalnya untuk perbaikan jalan Siduk-Sungai Kelik di Kabupaten Ketapang. “Dari 62 KM jalan yang rusak, baru ditangani oleh Dinas Bina Marga hanya 7 KM. Masih ada 55 KM yang perlu dituntaskan,” ucap Andry.
Selain itu ada juga kerusakan ruas jalan Ketapang-Pesaguan-Kendawangan sekitar 100 KM, abrasi di Sungai Jawi di Jalan Ketapang-Pesaguan yang sudah tinggal 10 meter dari badan jalan. Kemudian runtuhnya tebing di Kecamatan Sandai di Desa Sandai Kiri, Kecamatan Sandai, Ketapang. Serta perbaikan Jalan Naga Tayap-Tumbang Titi.
“Seharusnya hal-hal seperti ini yang menjadi prioritas oleh Dinas PU. Bukan malah pembangunan sesuatu yang di luar konteks kerja bidang PU,” tandas legislator partai Golkar tersebut.
Menanggapi polemik tersebut, Gubernur Kalbar Drs Cornelis MH menyatakan, untuk merealisasikannya tiada masalah. “Tidak ada masalah itu perlu penjelasan saja,” tegas Gubernur di hadapan sejumlah wartawan, kemarin.
Perkampungan budaya nanti, lanjut gubernur akan berisikan seluruh rumah adat dan kebudayaan etnis yang ada di Kalbar. Sehingga pada konteksnya menyerupai Taman Mini Indonesia Indah. Alhasil para wisatawan yang berkunjung ke Kalbar dapat menikmati keindahan keberagaman etnis yang ada di Bumi Khatulistiwa.
“Di perkampungan budaya nanti semua etnis dapat berdampingan. Supaya jika ada wisatawan mau melihat budaya masyarakat Melayu tinggal menyeberang saja, begitu pula jika ingin melihat masyarakat adat Dayak,” papar Cornelis.
Dijelaskan Cornelis, persoalan merealisasinya masih terganjal pada ketersediaan anggaran. Untuk merealisasikan hal tersebut diperlukan anggaran yang tidak sedikit. “Pembangunan perkampungan budaya tergantung dengan dananya, konsepnya seperti Taman Mini Indonesia Indah (TMII), namun konsepnya sesuai dengan etnis yang ada di Kalbar,” terang mantan camat ini.
Sehingga, kata dia, nantinya tamu-tamu di luar negeri bisa di bawa ke perkampungan budaya. Wisatawan dapat mengetahui etnis apa saja yang ada di Kalbar. “Kita melihat pendapatan setiap negara bisa berasal dari pariwisata. Sehingga dapat meningkatkan investasi di Kalbar,” ujarnya. (bdu/boy)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar