Ucapan

SELAMAT DATANG DI BLOG SUARA ENGGANG POST!

Senin, 06 Februari 2012

Kapal Jadi Areal Prostitusi Anak

Pontianak – Kasus prostitusi anak di bawah umur di Kota Pontianak cenderung meningkat, mengundang keprihatinan banyak pihak. Mirisnya, prostitusi yang melibatkan pelajar ini berlangsung di sejumlah kapal asing dan kapal domestik. Fakta yang terkuak dalam rapat dengar pendapat, antara Komisi D dan A, serta pimpinan Komisi B dan C DPRD Kota Pontianak bersama, Administrasi Pelabuhan (Adpel), Polsek Pelabuhan, Pelabuhan Laut Indonesia (Pelindo) II Pontianak dan Yayasan Dian Nanda akan dibawa dalam forum yang lebih besar.
Terlebih dalam pertemuan ini terungkap, bagaimana peran tiga muncikari besar mengatur kedatangan serta kepulangan anak-anak yang menjadi objek mereka. Bukan itu saja, pertemuan juga membeberkan bagaimana perjalanan para anak-anak yang mayoritas masih pelajar ini, berpindah-pindah tempat agar tidak terlacak.
Sanksi tegas perlu diberikan agar memberikan efek jera, terhadap para muncikari, orang tua yang terbukti menyuruh anak mereka menjual diri. Sementara anak-anak yang tertangkap, moral dan spiritual mereka perlu direhabilitasi.
“Mencegah, tanggung jawab bersama dalam menyelamatkan masa depan anak supaya tidak terlibat pergaulan bebas,” ucap Mujiono, Ketua Komisi D DPRD Kota Pontianak, Senin (15/8).
Upaya memerangi prostitusi anak bisa dilakukan, dengan menaruh kepedulian terhadap masa depan anak. Keterlibatan anak dalam pergaulan bebas harus dihindarkan. Mujiono lantas, memberikan kesempatan pada Kepala Bagian Pengamanan dan Penertiban (Pam.Tib) Administrasi Pelabuhan (Adpel), Yasidi Bustam, sangat terkejut mendengar ada prostitusi di dalam kapal. “Sepengetahuan saya tidak ada pintu masuk bagi mereka ke kapal. Karena Adpel melakukan pengawasan ketat,” ucapnya.
Bahkan Yasidi meminta, agar temuan disampaikan secara resmi di Kantor Adpel. “Jadi kami bisa memberikan tindakan tegas. Apalagi kami sampai ketahui nama kapal tersebut, kami akan berikan sanksi tegas pada kapal tersebut,” tegas Yasidi.
Dikatakan Yasidi pula, tidak semua petugas bisa naik dan turun begitu saja ke kapal asing. Karena ada aturan main pelayanan yang membatasi mereka untuk bertindak. Sebab sepengetahuan dirinya yang bisa naik ke kapal asing, hanya petugas dari karantina dan kesehatan saja.
“Begitu mereka berlayar dari satu pelabuhan ke pelabuhan lain, mereka berlayar dijamin keselamatannya. Sepengetahuan saya, pelayanan asing hanya takut sama syahbandar, karena berhak mencabut hak mereka berlayar. Bahkan memberikan sanksi tegas,” bebernya.
kendati begitu Yasidi menuturkan, persoalan yang terjadi merupakan sebuah PR bagi mereka. “Tapi saya mohon dilakukan secara resmi. Saya berjanji, akan mengerahkan petugas kami di lapangan,” ujarnya.
Sementara itu, Jaka, dari Polsek Pelabuhan Dwi Kora menjamin, tidak ada orang yang bebas masuk dan keluar dari pintu 03 dan 08 yang dibuka petugas. Sebab petugas akan memeriksa seluruh orang yang masuk. Bahkan mereka diwajibkan menyerahkan tanda pengenal sebelum masuk ke dalam areal pelabuhan.
“Kalau tidak ada tanda pengenal, maka yang mau masuk akan kita tolak. Kemungkinan mereka masuk lewat jalur UK, atau gertak 1 atau lokasi taman alun-alun Kapuas,” tuturnya.
Dalam kesempatan itu, Yasidi menyarankan dibentuk tim khusus yang diketuai Walikota. Sehingga petugas dapat melangsungkan razia di sana. “Persoalan ini memang buah simalakama, karena tugas kita hanya menertibkan. Makanya perlu tim khusus untuk masalah tersebut. Karena bisa saja mengajak serta Satuan Polisi (Satpol) Air,” tuturnya.
Sementara itu, Edho Sinaga dari Yayasan Dian Nanda berjanji, akan menyerahkan seluruh data terkait aktivitas prostitusi yang berlangsung di atas kapal domestik maupun asing. “Coba dipantau setelah Ramadan, nanti bisa kita lihat. Mereka masuk pada sore dan lepas magrib. Paling lama jam 12 mereka sudah pulang ke rumah. Karena pagi hari mereka harus bersekolah,” terangnya.
Diutarakan Edho, para muncikari terus menggunakan modus berpindah-pindah tempat. Semula dari Kecamatan Pontianak Barat, kemudian ke Pontianak Utara dan Timur. Cara ini dilakukan agar posisi anak-anak yang mereka selama ini jadikan objek tidak terlacak.
“Hasil penelitian yang kami miliki, mayoritas anak-anak yang sekarang menggeluti dunia kelam ini kebanyakan berada di kecamatan Pontianak Barat. Terutama mereka yang bermukim di kawasan pesisir sungai, makanya kawasan itu perlu mendapatkan perhatian ekstra,” urai Edho.
Tonny H Cahyadi, petugas Pelabuhan Laut Indonesia (Pelindo) II Pontianak berjanji, akan melakukan pengawasan lebih ketat lagi. Bukan hanya pengawasan di pintu 03 atau 08 saja. Seluruh pintu masuk dari air tidak akan luput dari pengawasan mereka. “Ada atau tidaknya prostitusi di pelabuhan, informasi ini akan menjadi bahan evaluasi kami,” janjinya. (ton)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar