Ucapan

SELAMAT DATANG DI BLOG SUARA ENGGANG POST!

Senin, 06 Februari 2012

Prostitusi Pelajar Tanpa Solusi

YNDN telah merilis PSK di kalangan pelajar di Kota Pontianak. Data diperoleh dari penyebaran penyakit IMS. Walikota meragukan, Devi siap berikan data. Siapa jamin kerahasiaan?
PONTIANAK – Pernyataan Ketua Yayasan Nanda Dian Nusantara (YNDN), Devi Tiomana, mengenai Pekerja Seks Komersial (PSK) berstatus pelajar di Kota Pontianak membuat banyak pihak yang meragukan. Malah Walikota Pontianak, H Sutarmidji SH MHum mengaku sanksi atas kebenaran data YNDN.
“Saya perlu data konkret. Kalau menyebut angka, tidak ada data, sama juga tidak konkret,” ucap Sutarmidji, usai menyaksikan pidato kenegaraan di DPRD Kota Pontianak. Senin (16/8).
Keraguan Sutarmidji ini didasari belum adanya data yang disampaikan YNDN ke pihak Pemkot. Selama ini razia di sejumlah tempat yang dilancarkan Satpol PP tidak pernah menjaring pelajar.
“Jika memang PSK itu bersekolah, di mana sekolahnya. Karena bisa saja mereka menamakan anak sekolah, karena beberapa waktu yang lalu pernah bersekolah. Tapi belum tentu anak sekolah,” tuturnya.
Sutarmidji mengatakan terang-terangan tidak pernah percaya dengan pernyataan yang disampaikan YNDN. Sebab YNDN tidak menyebutkan, tempat pelajar yang katanya PSK bersekolah itu. “Kalau memang anak sekolah, sebutkan mereka sekolah di mana. Supaya kita dapat mengambil tindakan. Kalau perlu buka datanya, karena sampai hari ini belum ada dia temui saya,” bebernya.
YNDN menurut Sutarmidji, hendaknya tidak menyebutkan prostitusi melibatkan pelajar tanpa mengungkapkan data faktual. “Jangan cuma bercuap-cuap di koran saja, sikap itu bisa mencoreng nama dunia pendidikan,” kata dia.
Karena, lanjutnya, dari 128 anak yang disebutkan, ternyata YNDN tidak bisa menunjukkan subjeknya. “Kalau cuma bisa ngomong di koran sama juga merampot (bohong, red),” tuturnya.
Terpisah, Ketua Yayasan Nanda Dian Nusantara (YNDN), Devi Tiomana menjelaskan, Walikota tidak perlu kelabakan menanggapi hasil temuan yang dikumpulkan YNDN terhadap pelajar di Kota Pontianak. Data yang dimiliki YNDN sesungguhnya dapat diperiksa langsung di Puskesmas.
“Petugas puskesmas itu menangani kesehatan para pelajar ini, terutama mereka yang terkena penyakit Infeksi Menular Sexual (IMS). Jadi data itu sesungguhnya bisa didapatkan,” ucap Devi.
Kendati begitu, Devi bersedia menyerahkan data ke Pemkot selama ada jaminan dari Pemkot untuk menjaga kerahasiaan data yang mereka sampaikan. Hal ini penting, agar para anak yang masih duduk di bangku sekolah ini tidak mendapatkan sanksi diberhentikan dari sekolah mereka.
“Kami pernah menyampaikan data pada Pemkot. Bukannya anak yang terlibat PSK dibina, mereka malah dikeluarkan dari sekolah. Anak-anak itu lalu datang ke tempat saya mereka marah-marah. Karena ketenangan mereka sudah terganggu, mereka juga dikucilkan,” kata Devi.
Devi menuturkan, tidak akan memberikan data pada Pemkot Pontianak. Selama masih belum ada komitmen dari seluruh pihak, untuk melakukan pembinaan guna menyelesaikan persoalan tersebut.
“Walikota percaya atau tidak, saya tidak peduli. Saya melindungi kerahasiaan data, karena saya tidak mau peristiwa dikeluarkannya beberapa anak dari sekolah mereka terulang kembali,” tegasnya.
Sebab sampai hari ini, Devi menjelaskan, masih belum ada iktikad baik dari Pemkot untuk menuntaskan persoalan tersebut. Faktor ekonomi menjadi pendorong utama, perilaku pelajar yang menggeluti dunia PSK.
Data yang kini mereka miliki, menurut Devi, sesungguhnya dapat membantu Pemkot dalam memfokuskan pembinaan pada pelajar dan keluarganya. Bukan malah sebaliknya, memberangus para pelajar ini dengan cara memberhentikan mereka dari sekolah. Tanpa berpikir untuk melakukan pembinaan.
“Hanya karena mereka menjadi PSK, bukan berarti anak-anak ini tidak diberhentikan. Karena ada hak-hak mereka yang harus kita lindungi. bukan malah mempermalukan mereka. Sebab hal itu tidak menyelesaikan masalah,” terangnya.
Sementara itu, Mujiono, SPd SE menuturkan, penghargaan Kota Layak Anak (KLA) hanya sebuah bentuk komitmen. Ia lantas mencontohkan penanganan anak yang menderita autis, hingga kini Kota Pontianak tidak memiliki layanan tersebut. “Kita mendorong berdirinya sekolah bagi anak yang menderita autis, dengan mendatangi langsung Dirjen Pendidikan Layanan Khusus,” ucapnya.
Langkah ini sesungguhnya sebagai bentuk komitmen dewan, dalam menjaga predikat KLA yang disandang Kota Pontianak. “Kemungkinan dana itu mengucur tahun 2012. tapi semuanya kembali pada Pemerintah Provinsi (Pemprov), karena pengajuan proposal diserahkan pada mereka,” terangnya.
Seluruh langkah yang dilakukan dewan, sesungguhnya untuk mendorong aspirasi masyarakat yang telah cukup lama mengharapkan penanganan autis dengan baik mulai dari aspek kesehatan atau pendidikan.
“Itu tadi, semua ini sesungguhnya salah satu komitmen kita dalam menyempurnakan kota layak anak. Karena anak autis tidak memiliki ruang di sekolah umum. Makanya diperlukan sekolah khusus,” urainya.
Sedangkan Urai Heni Novitasari menuturkan, jika memang perlu pembuktian di lapangan. “Saya pikir perlu kita membentuk tim koordinasi untuk memberantas prostitusi. Walau pun mereka bilang, hal ini dilakukan, karena perekonomian mereka,” ucapnya.
Namun yang pasti, persoalan tersebut perlu mendapatkan perhatian karena sudah terjadi trafficking. Apalagi ada muncikari yang berperan dalam melakukan praktik tersebut. “Hal ini harus diberantas, bagaimana pun kita harus bersama-sama untuk memberikan bimbingan-bimbingan bersama mereka,” ingatnya. (ton)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar