Ucapan

SELAMAT DATANG DI BLOG SUARA ENGGANG POST!

Rabu, 15 Agustus 2012

Awal Racun Perselingkuhan Menjalar

Gampang saja ketik status. Tapi kalau tak hati-hati akan runyam. Pasutri bisa bercerai, ibu-ibu saling cakar. Malah bisnis bisa langsung kehilangan omzet. Pengguna atau teknologinya yang salah?
Sebagai sebuah situs jejaring sosial terbesar di dunia, ternyata Facebook (FB) banyak dilingkupi masalah. Situs web yang didirikan Mark Zuckerberg ini telah tersedia dalam beberapa bahasa di dunia yang mencapai 68 bahasa.
Meskipun banyak manfaat dari penggunaannya, ternyata banyak juga hal negatif di antaranya kontroversi bagi pengguna anak-anak di bawah umur. Tak jarang anak-anak dan remaja mendapatkan pelecehan melalui profilnya.
Tindakan kriminal juga bisa saja terjadi karena profil pengguna FB biasanya dicantumkan secara detail, sehingga rawan pencurian identitas oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
Apalagi FB tidak secara aktif menegakkan aturannya agar anak di bawah umur tidak bisa bergabung. Tak heran jika menuai perhatian banyak kalangan, terutama terkait perlindungan terhadap anak-anak dari bahaya pelecehan seksual atau kata-kata kasar dari oknum pengguna lain yang tak mendidik.
Sebut saja Rt, 30, seorang ibu rumah tangga yang menulis semaunya dengan mengeluarkan perkataan kotor yang tak lazim. Kekesalan dan unek-unek yang ditumpahkannya di FB itu telah banyak dibaca orang karena terpampang di ruang publik.
Ada juga peristiwa yang menyebabkan sebuah pengusaha kuliner kehilangan omzetnya setelah diisukan macam-macam dalam FB. Kasusnya hingga ke kepolisian, beruntung ditempuh jalan damai. FB memang rentan digunakan untuk kampanye hitam (black campaign) bermotif ekonomi, politik maupun pembunuhan karakter (character assassination).
Belum lagi ada pengguna yang seenaknya menulis status yang bisa memancing disharmonisasi antarsuku dan agama. Masih banyak lagi masalah pelanggaran privasi lain melalui penggunaan FB.
Bahkan jejaring sosial yang satu ini dituding sebagai media yang paling banyak memicu terjadinya perselingkuhan yang pada akhirnya terjadi perceraian antara pasangan suami istri. Tak sedikit kasus yang menyebabkan dua orang wanita berseteru dan saling cakar setelah berkonflik via FB.
Wajar saja itu terjadi karena dalam situs itu terdapat komunitas yang bisa dimasuki. Sebut saja komunitas tante girang dan link yang mengarah kepada prostitusi terselubung. Tak sedikit juga pengguna yang hanya menjadikan FB sebagai ‘permainan’ dengan membuat profil dan foto-foto palsu anak baru gede (ABG) dan ‘ayam-ayam kampus’.
FB di satu sisi menjadi momok menakutkan bagi pasangan suami istri (pasutri), namun di sisi lain, tak sedikit penggunanya mendulang manfaat karena ada pula yang melenggang ke jenjang pernikahan karena berkomunikasi via FB untuk mempersingkat ruang dan waktu.
FB tak jarang mendapat kritik akibat lambat merespons terhadap berbagai masalah yang muncul. Sebagai alat, FB bisa bermanfaat atau merugikan, tergantung pada siapa yang memakai dan bagaimana menggunakannya.
Ketika kita membuka situs FB itu, tertera langsung tulisan mendaftar gratis sampai kapan pun. Untuk memulai pendaftaran, terlebih dahulu mencantumkan nama depan, kemudian nama belakang, email pengguna, jenis kelamin, sampai kepada tanggal bulan dan tahun kelahiran.
Kemudian, ketika kita meng-klik pilihan tahun kelahiran, muncul sederet tahun kelahiran mulai dari 1905 sampai tahun 2011. Ini artinya, bayi yang baru lahir pada tahun ini pun tidak dibatasi bergabung ke situs web ini. Apalagi ketika kita meng-klik pilihan bahasa, ada sekitar 68 bahasa yang terdapat di dalamnya.
Tidak adanya batasan-batasan ini tentu saja membuat kekhawatiran dari berbagai kalangan, terutama para orang tua. Karena FB ini juga bisa diakses melalui telepon genggam (handphone), ditambah lagi semakin menjamurnya warnet-warnet. Hal ini tentu akan lepas dari pemantauan atau pengawasan orang tua.
Melihat kondisi seperti ini, seharusnya ada tindakan dari pemerintah untuk membatasi penggunaan FB. Minimal adanya larangan untuk mengakses FB di komputer-komputer kampus, dan jaringannya. Begitu juga di sekolah yang sudah memiliki jaringan internet.
Misalnya saja aksi pelarangan bagi PNS agar tak bermain FB ketika jam kantor. Beberapa perusahaan media massa di Kalbar juga ada yang tidak membolehkan bermain FB karena dianggap mengganggu pekerjaan. Tak ayal, situs web untuk masuk ke jejaring sosial itu blokir alias tak bisa diakses. (bersambung)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar