Ucapan

SELAMAT DATANG DI BLOG SUARA ENGGANG POST!

Kamis, 01 November 2012

3.000 Ekor Sapi Diintegrasikan dengan Sawit

Manaf: Dana APBD Kalbar dan APBN

Sapi brahman
Sapi brahman
Pontianak – Berkembangnya sawit dan jagung di Kalbar membuat Kementerian Pertanian menginstruksikan provinsi yang masih rendah konsumsi daging ini untuk swasembada 3.000 ekor sapi tahun 2014.
“Sesuai instruksi Kementerian Pertanian, Kalimantan dan Sumatera diprogramkan mengembangkan sapi diintegrasikan dengan sawit dan jagung. Sehingga, pada 2014 sudah swasembada sapi dan kerbau,” ungkap Kepala Dinas Peternakan Kalbar drh Abdul Manaf seusai panen melon, Selasa (21/2).
“Tahun 2012 ini sebanyak 3.000 ekor sapi disiapkan Diswanak Kalbar yang dananya diambil dari APBD Kalbar dan APBN masing-masing kabupaten/kota sebesar Rp24 miliar. Jadi setiap kabupaten menyiapkan anggaran untuk swasembada daging. Ketapang paling banyak, menganggarkan yakni 1.500 ekor sapi, separuh jumlah Kalbar,” ujar Manaf.
Kalbar sendiri, Manaf mengakui, diharuskan meningkatkan produktivitas dan populasi sapi sesuai dengan target pemerintah pusat. Pasalnya, satu dekade terakhir provinsi ini belum berhasil swasembada daging.
Disebut Manaf, hasil sensus sapi populasinya di Kalbar 153.320 ribu ekor akan ditingkatkan menjadi 164 ribu ekor tahun. Kebutuhan daging yang selama ini hanya 7.074 ton per tahun oleh pusat harus dinaikkan menjadi 11.000 ton per tahun. “Kalau kebutuhan daging sapi di Kota Pontianak saja 4.000 ton per tahun. Itu bersumber dari sapi lokal 74 persen dan sisanya 26% dari Pulau Madura,” ungkap Manaf.
Abdul Manaf menjelaskan, program tersebut akan dijabarkan dengan dukungan masing-masing daerah sesuai dengan data dari 7.074 menjadi 11 ribu ton. Nah ini yang agak berat karena standar yang dibuat pusat agak tinggi untuk pengembangan ternak sapi.
“Mengapa tinggi karena per hari ada standar untuk sapi berapa berat badan yang harus naik yaitu minimal 0,6-0,8 ons. Sementara di Kalbar sendiri rata-rata sapi naik hanya 0,4-0,6 ons untuk sapi lokal. Dan untuk menaikkan berat badan ini harus ada perlakuan khusus,” paparnya.
Belum lagi, lebih lanjut A Manaf mengatakan, untuk sapi silang ditargetkan oleh pusat naik sebanyak 1,4 kilogram, sementara di Kalbar kemampuan untuk menaikkan berat badan sapi silang hanya 0,9 ons. Diakui Manaf, manajemen pemberian pakan dan pengolahan yang belum sesuai standar, salah satu penyebab susahnya menaikkan berat badan sapi lokal dan sapi silang di Kalbar.
“Ini salah satu kesulitan kita memenuhi target pemerintah pusat. Upaya kita sendiri meningkatkan penyuluhan dan pembinaan selain menggandeng balai teknologi dan tenaga penyuluh,” katanya.

Pemerintah + swasta

Untuk pengadaan bibit sapi yang dikembangkan di Kalbar, perlu kerja sama atau dukungan dari pihak swasta. Untuk 2009 hingga 2014 menuju swasembada, butuh 10.000 ekor sapi.
“Nah, pemerintah hanya mampu mengadakan 3.000 ekor itu tadi. Yang 7.000 ekor lagi harus didukung oleh swasta. Petani sendiri menginginkan 80 persen bibit sapi bali yang disilang dengan PO (peranakan ongol). Ini sapi warna putih yang ada di Jawa, merupakan silangan brangus, simental, dan brahman,” urai Manaf.
Dijelaskannya, sapi-sapi tersebut sudah dikembangkan di perkebunan kelapa sawit di Sanggau dan Sintang. Integrasi antara kebun sawit dan peternakan sapi sangat bagus. “Dilepaskan saja, mereka bisa kawin silang dengan baik dan berkembang di kawasan perkebunan,” ujar Manaf.
Gubernur Kalbar sendiri, kata Abdul Manaf, segera akan melakukan kontrak kinerja swasembada daging sapi dengan seluruh bupati/walikota se-Kalbar untuk swasembada 2014. Antara lain, pelaksanaan teknis yang harus dilakukan masing-masing kota/kabupaten adalah penjabaran operasional dengan beberapa langkah dengan melakukan perbaikan pakan dan pengendalian penyakit. “Selain juga mencegah melakukan penyembelihan sapi betina yang produktif,” katanya.
Untuk daerah Indonesia bagian Timur, sesuai dengan kebijakan pusat, dikatakan Manaf berbeda dengan Kalbar karena disesuaikan dengan keadaan lokasi daerah masing-masing. “Untuk Indonesia bagian timur, mereka melakukan program penggembalaan dan untuk daerah Jawa menggunakan intensif, jadi menggunakan pola yang berbeda-beda,” jelasnya. (dna)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar