Ucapan

SELAMAT DATANG DI BLOG SUARA ENGGANG POST!

Kamis, 01 November 2012

Pakan Ternak dari Sisa Pengolahan Sawit

Pontianak – Sistem integrasi (penggabungan) antara tanaman kelapa sawit dengan ternak sapi memberikan banyak manfaat. Salah satunya adalah beberapa jenis hasil samping yang potensial untuk digunakan sebagai bahan pakan ternak.
Selain menghasilkan CPO sebagai komoditas utama, industri kelapa sawit juga menghasilkan beberapa jenis hasil samping yang potensial untuk digunakan sebagai bahan pakan ternak, yakni serabut mesokarp (palm press fiber/PPF), lumpur sawit (palm sludge/PS), bungkil inti sawit (oil palm frond/OPF), dan pelepah sawit (oil palm trunk/OPT) yang diperoleh dari kebun kelapa sawit.
Paparan itu ditulis empat mahasiswa Prodi Agribisnis A Fakultas Pertanian Universitas Tanjungpura, yaitu Rina Astutik, Dwi Ernawati, Ridhawati, dan Wulan Sari yang dikirim ke Rakyat Kalbar. Selama ini, usaha tani ternak sapi menghadapi tantangan penyusutan lahan, sehingga produksi hijauan dan hasil samping pertanian yang dapat dijadikan pakan sapi juga ikut berkurang. Di sisi lain, usaha tani ternak sapi dituntut untuk terus memacu produksi untuk memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri yang terus berkembang.
Memacu produksi melalui pemberian konsentrat tidaklah ekonomis, karena harganya terlalu mahal dan terus naik, karena bahan bakunya sebagian diimpor dan bahan baku asal dalam negeri bersaing dengan kebutuhan lain. Untuk menghadapi tantangan tersebut, pengembangan usaha ternak sapi ke depan dapat bertumpu pada pemanfaatan hasil samping perkebunan, yang tidak lagi dianggap sebagai limbah, namun sebagai sumber daya.
Jika dianalisis secara umum, dapat diketahui bahwa integrasi sapi dengan kelapa sawit yang dapat dilakukan petani umumnya mengisi relung sistem pertanian integrasi atau semi komersial. Hal ini karena usaha tani integrasi hanya dapat dilakukan oleh petani yang memiliki lahan kelapa sawit dan ternak sapi. Dari segi penguasaan modal produksi, petani pelaksana integrasi sapi dan kelapa sawit relatif memiliki taraf kehidupan yang lebih baik daripada petani subsisten.
Dukungan perusahaan perkebunan swasta maupun pemerintah melalui sistem inti plasma dapat ikut mendukung usaha integrasi sapi dan tanaman perkebunan, jika hal ini menjadi salah satu perhatian perusahaan. Petani yang memiliki/merawat kebun dapat saja mengintegrasikan kebunnya sebagai sumber pendapatan utama dengan ternak sapi, yang dibantu melalui kredit lunak oleh perusahaan perkebunan (bagi petani plasma) maupun melalui program pemerintah (petani rakyat). Limbah tanaman perkebunan yang melimpah dapat dijadikan pakan ternak sapi. Sebaliknya ternak sapi dapat menjadi tenaga kerja dan sumber pupuk organik bagi tanaman.
Melalui pola di atas, efisiensi usaha perkebunan meningkat melalui pengurangan pupuk kimia, karena telah disubstitusi oleh pupuk organik yang dapat diolah dari kotoran sapi serta biaya angkut menjadi lebih murah, karena dapat menggunakan sapi sebagai tenaga kerja, khususnya dari lokasi-lokasi kebun yang sulit dijangkau.
Efisiensi usaha ternak dapat ditingkatkan melalui penyediaan pakan yang kontinu dari limbah perkebunan, mudah dan murah diperoleh. Dengan demikian, masalah limbah, baik dari ternak sapi maupun dari kebun/pabrik dapat teratasi.
Pengembangan peternakan sapi terkendala oleh penyediaan pakan yang berkualitas, karena semakin terbatasnya lahan untuk penggembalaan dan untuk penanaman hijauan makanan ternak. Oleh karena itu, pemerintah melalui Program P2SDS mendorong agar usaha peternakan rakyat dapat diintegrasikan dengan usaha perkebunan atau pertanian pangan/hortikultura. Strategi ini penting, karena usaha pertanian nonpeternakan menghasilkan limbah atau biomassa yang berpotensi sebagai sumber pakan bagi ternak, salah satunya berasal dari perkebunan kelapa sawit.
Selanjutnya, menambahkan bahwa tanaman kelapa sawit yang diintroduksi sejak tahun 1848 ke Indonesia, merupakan komoditas penting bagi Indonesia sejak awal tahun 1980-an. Bila daging sapi merupakan sumber protein hewani, kelapa sawit merupakan sumber utama minyak dan lemak nabati untuk pangan bagi penduduk Indonesia.
Kontradiksinya, yaitu bila ternak sapi masih diimpor, minyak sawit merupakan barang ekspor yang pada tahun 2008 volume ekspornya mencapai 13 juta ton (72,2 persen) dari volume produksi 18 juta ton dengan nilai ekspor 12 miliar dollar Amerika Serikat.
Ketergantungan terhadap ekspor ini mempunyai potensi pelemahan terhadap viabilitas industri kelapa sawit. Terbukti bahwa penurunan harga yang terjadi dua tahun terakhir ini terkait dengan krisis finansial global telah memukul pelaku bisnis kelapa sawit, dan yang paling terpengaruh adalah petani skala kecil (smallholder).
Selain itu biaya produksi juga meningkat karena harga pupuk yang melonjak tinggi akhir-akhir ini, biaya tenaga kerja yang juga meningkat dan semakin besarnya penyediaan Tandan Buah Segar (TBS) ke pabrik yang berdampak pada harga jual yang cukup rendah. Diversifikasi usaha perkebunan sawit yang terintegrasi dengan usaha lain perlu dilakukan untuk mengurangi gejolak perubahan harga. Salah satunya adalah integrasi perkebunan kelapa sawit dengan peternakan sapi.
Keuntungan integrasi sapi dengan kelapa sawit adalah diperolehnya output tambahan yaitu lebih banyak produksi TBS dan CPO akibat pupuk organik, penghematan biaya pembuatan kolam limbah pabrik kelapa sawit, penghematan biaya transportasi TBS, penghematan biaya pupuk karena menggunakan pupuk organik sendiri, penghematan pembuatan dan pemeliharaan jalan, pertambahan bobot hidup sapi dengan biaya murah karena pakan limbah yang murah, dan kebersihan lingkungan.
Peternakan sapi di sekitar perkebunan kelapa sawit dimulai dalam bentuk penggembalaan bebas untuk memanfaatkan ketersediaan hijauan berbentuk gulma di bagian bawah tanaman kelapa sawit. Di Indonesia, Pusat Penelitian Kelapa Sawit secara konservatif tidak menganjurkan penggembalaan, namun perkandangan pada integrasi sapi dengan kelapa sawit. Hal ini karena mengganggu pertanaman kelapa sawit seperti pengerasan tanah, kemungkinan sapi memakan pelepah muda tanaman sawit yang belum menghasilkan, di samping itu produktivitas sapi relatif rendah karena kurang terkendalinya kualitas dan kuantitas pakan. (hak)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar