Ucapan

SELAMAT DATANG DI BLOG SUARA ENGGANG POST!

Senin, 10 Desember 2012

Pejabat Negara Nikah Siri Langgar Etika

Pontianak – Kabupaten Garut, Jawa Barat mendadak terkenal atas ulah bupatinya yang suka kawin. Nikah kilat Bupati Garut Aceng HM Fikri dengan Fani Oktora, gadis berusia 18 tahun asal Limbangan, Kabupaten Garut menuai banyak kritikan.
Apalagi pernikahan secara sembunyi itu hanya bertahan selama empat hari, setelah itu Aceng menceraikan Fani Oktora. Sebagai kepala daerah, Aceng mengajarkan kepada rakyatnya untuk melakukan perbuatan yang tidak baik.
“Bupati Garut sebagai aparat pemerintah jelas melanggar hukum. Selain itu, dirinya telah melanggar etika dan kepatutan sebagai seorang kepala daerah,” kata Fitri Kusumayanti MSi, Ketua Pusat Studi Wanita (PSW) STAIN Pontianak, kemarin.
“Karena telah menikahi siri perempuan berumur 18 tahun. Lebih gile lagi hanya empat hari kemudian diceraikan melalui Short Message Service (SMS). Itu kan sangat meremehkan kaum perempuan,” lanjut Fitri.
Semestinya sebagai pejabat terhormat di mata masyarakat, kepala daerah harus menjadi contoh teladan. “Dalam perspektif perempuan, jelas hal ini terasa sangat melecehkan. Mungkin kasus nikah siri adalah hal yang biasa dilakukan jika menimpa masyarakat biasa. Namun akan lain apabila dilakukan oleh pemimpin,” ujarnya.
Sebagai kepala pemerintahan, perkawinan yang dilakukan Aceng bisa jadi melanggar peraturan UU yang telah ditetapkan sejalan dengan HAM. Apalagi sangat mendiskriminasikan perempuan.
“Kalau menurut saya, pernikahan siri bagi perempuan sangat lemah posisinya secara hukum. Hingga akhirnya perempuan yang disirikan tidak bisa mendapatkan haknya. Untuk itu perlunya keseriusan pemerintah dalam membahas RUU keadilan dan kesetaraan gender,” harap Fitri yang juga dosen Jurusan Dakwah STAIN Pontianak ini.
Dampak nikah siri yang pastinya akan merugikan pihak perempuan. Karena nikah siri tidak bisa menuntut hak sebagai perempuan. Serta pernikahan yang tidak tercatat dalam hukum negara.
“Hanya perempuan sendirilah yang mampu mengangkat derajat serta martabatnya. Sebagai perempuan jangan mudah dan mau diperlakukan semena-mena oleh kaum laki-laki. Semua perempuan pasti punya potensi untuk maju,” papar Fitri.
Pemerhati trafficking Kalbar Dra Khairawati MPd menilai apa yang sudah dilakukan Bupati Garut Aceng HM Fikri melanggar hukum. “Pertama, perempuan masih di bawah umur meskipun sudah balig. Kedua, pejabat negara harus memiliki integritas moral sebagai pemimpin,” ungkap Khairawati kepada Rakyat Kalbar, kemarin.
“Kasus yang terjadi itu jelas pelecehan terhadap perempuan. Alasan tidak perawan sangat menyakitkan bagi korban, apalagi itu santriwati. Statement Aceng sudah melecehkan lembaga pondok pesantren dan orang tua serta keluarga korban,” paparnya.
Lanjutnya, pejabat dengan moral bejat seperti Aceng harus dijatuhi sanksi. Karena dengan kekuasaan yang dia miliki, bisa seenaknya menzalimi rakyat. Padahal rakyat di bawah kepemimpinannya harus merasa aman.
“Gubernur atau Mendagri harus memecatnya. Dengan tidak hormat juga tidak masalah, karena pejabat bejat moralnya. Silakan kawin yang dibolehkan syariat. Jangan buat alasan yang tidak berdasar,” tegas Khairawati.

Harus paham UU pernikahan

Walikota Pontianak H Sutarmidji SH MHum mengatakan belum pahamnya masyarakat akan UU perkawinan menjadikan kasus doyan kawin Bupati Garut Aceng HM Fikri menjadi perbincangan banyak orang.
“Jika paham akan aturan, maka tidak akan menjadi besar seperti saat ini. Masalah sudah jelas, jika kita mengacu kepada UU Perkawinan Islam, kemudian ahli waris yang dapat dijadikan acuan, sehingga tidak banyak yang berkomentar macam-macam seperti kasus Pak Aceng dan keputusan MK,” ungkap Sutarmidji.
Walikota Pontianak itu mengaku banyak kasus yang dapat dijadikan contoh agar masyarakat lebih memahami UU perkawinan. Sehingga dalam menjalankan kehidupan, tetap berpegangan kepada syariat Islam dan tidak salah kaprah. “Saya tidak mau berkomentar mengenai hal tersebut, hanya saja yang harus dipahami juga, pejabat publik harus mengerti aturan yang berlaku dan menjadi contoh bagi masyarakat banyak,” papar Sutarmidji.
Penghulu, dikatakan Sutarmidji, sangat berperan dalam mensosialisasikan UU Perkawinan Islam dan kewarisan Islam. Termasuk mensosialisasikan isbat nikah, yaitu pernikahan seperti nikah siri dan di bawah tangan yang terjadi di waktu lima tahun yang lalu. “Isbat nikah ini berlaku sejak lima tahun lalu dan hanya berlaku untuk istri pertama, selain itu juga ada istilahnya mawali. Banyak yang tidak tahu kalau dulu ada putus waris, padahal tidak demikian, belum lagi ada wasiat wajibah untuk anak angkat. Ini yang harus disosialisasikan kepada masyarakat luas,” paparnya.
Sehingga pada saat ada yang melakukan ijab kabul melalui telepon genggam, Sutarmidji berharap tidak lagi mempermasalahkannya. Karena di dalam hukum Islam, hal tersebut telah diatur dan sah menurut agama.
“Di dalam administrasi pencatatan menikah juga seharusnya ditulis belum pernah menikah, bukannya masih gadis. Karena kalau ditulis masih gadis, nantinya akan ada alasan orang menuntut, begini begitu, sehingga jadi masalah dalam masyarakat dan peristiwa Pak Aceng pun terjadi. Coba kalau ditulis belum menikah, maka tidak akan ada ketetapan hukum di dalamnya,” kata Sutarmidji tersenyum.
Walikota Sutarmidji berharap masyarakat harus memahami pentingnya UU Perkawinan Islam serta hukum waris Islam. Agar tidak lagi menjadi persoalan yang merugikan wanita sebagai makhluk lemah dan tidak dijadikan objek bagi pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. (kie/dna)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar