Ucapan

SELAMAT DATANG DI BLOG SUARA ENGGANG POST!

Jumat, 15 Maret 2013

SBY Digoyang Kelompok Sipil?

Tarto: Sisa 1,5 Tahun Lagi, Lanjutkan!

Jakarta – Tujuh Jenderal Purnawirawan TNI, ditengarai sejumlah aktivis, merangkap pebisnis dan sebagian besar berkantor di Wisma Bakrie bertemu Presiden SBY di Istana Negara Jakarta, Rabu (13/3).
Usai pertemuan, Luhut Panjaitan menyampaikan bahwa menjatuhkan SBY sebelum masa tugas berakhir 2014 adalah inkonstitusional.
Jenderal TNI (Purn) Luhut Panjaitan mengakui, dalam wawancara live bersama sebuah stasiun TV nasional, pembicaraan tujuh jenderal termasuk dirinya bersama SBY di Istana Negara juga membicarakan soal suksesi kepemimpinan Republik Indonesia.
“Kami juga bicarakan siapa pengganti Bapak (SBY) 2014? Karena harus orang yang mumpuni dan bisa mengapitalisasi success story pemerintahan sekarang. Seperti pertumbuhan ekonomi cukup baik, di sisi lain pemerataan masih kurang,” terangnya, Kamis malam (14/3).
Menurut dia, bangsa Indonesia harus adil menilai. Success story rezim Presiden SBY itu pun harus diakui. “Bangsa ini harus fair berikan komentar success story dan kekurangan yang ada,” tegasnya.
Saat ini, lanjutnya, kelompok para jenderal mencium gelagat elite yang sibuk bertengkar sendiri. Sementara yang jadi korban adalah rakyat jelata.
Dia membantah keras kalau SBY sedang mencari proteksi politik lewat pertemuan demi pertemuan dengan semua kalangan. Seperti diketahui, beberapa hari lalu, SBY juga ditemui Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Letjen (Purn) Prabowo Subianto.
“Saya tidak lihat itu (proteksi politik). Pembicaraan kami sangat bersahabat,” ucapnya.
Dia malah menyinggung kelompok sipil yang sejak reformasi bergulir terus mendorong militer bersikap demokratis. Kini, setelah militer bersikap profesional dan demokratis justru kelompok sipil yang punya indikasi akan melakukan gerakan inkonstitusional.
“Ini sekarang kan mereka (militer) demokratis. Janganlah teman-teman sipil ini ciptakan suasana baru dengan mengatakan SBY harus turun sebelum 2014. Ini pemikiran yang tidak baik dan tidak sehat,” tuturnya.
Dia menegaskan kembali bahwa gerakan inkonstitusional tidak boleh ada di negeri ini. “Gerakan itu harus dilibas. Gerakan inkonstitusional harus dilibas,” serunya.

Jenderal Tarto: sisa 1,5 tahun lagi

Presiden SBY mestinya mengundang Persatuan Purnawirawan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Pepabri), kalau merasa ada yang ingin menjatuhkannya di tengah jalan.
Begitu dikatakan mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Endriartono Sutarto kepada Rakyat Merdeka Online, Kamis (14/3).
“Kalau memang itu maksudnya, ngundangnya bukan grup Pak Luhut Panjaitan dong. Grup Pak Luhut Panjaitan tidak mewakili semua purnawirawan. Tentunya Pepabri yang mesti diundang. Karena itu merupakan organisasi resmi yang mengikat semua purnawirawan TNI dan Polri. Kalau itu (ada yang menjatuhkan SBY) yang dimaksud (dalam pertemuan itu),” jelasnya.
Dia pun mengaku tak mengetahui soal adanya gerakan yang ingin menjatuhkan Presiden SBY di tengah jalan, sebelum masa pemerintahannya habis 2014 mendatang. “Saya tidak mendengar ya, dan saya tidak melihat,” kata Jenderal Tarto, biasa dia dipanggil.
Namun, dia setuju dengan statement Jenderal Luhut. Masa pemerintahan SBY-Boediono hanya sebentar lagi, sekitar 1,5 tahun ke depan. Presiden SBY tak boleh digulingkan dengan alasan apa pun.
Kalau ada pihak yang berencana menjatuhkan SBY, dia mengingatkan, agar niat dibuang habis. “Kasihan rakyat pada akhirnya yang menderita kembali akibat perbuatan seperti itu,” ungkap Jenderal Tarto.
Sejumlah kalangan menilai pertemuan ini tindak lanjut dari pernyataan Presiden SBY sebelum bertolak ke Jerman, beberapa waktu lalu. Saat itu, Presiden mengaku mendapat informasi dari intelijen ada kelompok yang membuat keadaan gonjang-ganjing.
Tapi, Jenderal Tarto mengaku tidak mendengar pernyataan Presiden SBY tersebut.
“Saya kok tidak dengar ya. Kapan dia ngomong itu. Tapi kalau itu betul dan beliau menyatakan dari intelijen, mungkin benar. Kalau benar, saya hanya ingin menyampaikan kepada siapa yang dimaksud Pak SBY untuk berpikir ulang 10 sampai 20 bahkan seribu kali sebelum melakukan langkah itu. Karena keuntungan tidak ada, kerugian menimpa rakyat,” tandasnya.

Apa kata jenderal purnawirawan lain?

Kubu Jenderal (Purn) Wiranto di Partai Hanura menganggap pertemuan Presiden SBY dengan tujuh jenderal purnawirawan ke Istana Negara hal biasa.
“Mungkin SBY ingin mendapat masukan dari teman-teman tersebut dan perlu diketahui mereka itu adalah senior-senior SBY,” ujar Ketua DPP Partai Hanura Saleh Husin kepada Rakyat Merdeka Online, Kamis pagi (14/3).
Menurut Saleh, Presiden mengundang ketujuh mantan jenderal itu untuk menjaga keseimbangan di antara para purnawirawan. Pasalnya, Presiden SBY tentu tidak mau mengecewakan purnawirawan jenderal lainnya karena dua hari sebelumnya kepala negara itu telah mengundang mantan Danjen Kopassus Letjen (Purn) Prabowo Subianto.
“Kita tahu bahwa 7 mantan jenderal ini sering berpandangan berbeda dengan Prabowo. Jadi di sinilah hebatnya SBY. Untuk menunjukkan ke publik, bahwa ia juga menerima jenderal yang berseberangan dengan Prabowo dan tidak dalam mengendors seseorang,” tandas Saleh.

Siapa kelompok dimaksud?

Dari pantauan Rakyat Kalbar, sejak sebulan lalu hingga hari-hari belakangan ini, tentunya kelompok paling utama adalah kelompok Anas Urbaningrum dan para loyalisnya. Seperti diketahui, Anas menebar ancaman terbuka dan bertemu tim kecil bentukan Tim Pengawas Century DPR. Langkah Anas itu, disambut SBY dengan rencana KLB akhir Maret ini.
Kelompok lain, Gerakan Menegakkan Kedaulatan Negara (GMKN). Kelompok ini pun terlihat kritis terhadap SBY. Bahkan, menganggap SBY tidak melindungi kedaulatan negara, khususnya sumber daya alam yang tidak bisa diperbarui seperti minyak dan gas bumi.
Selain itu, ada MKRI, yaitu Majelis Kedaulatan Rakyat Indonesia. Kelompok ini mengultimatum SBY untuk mundur dari jabatan presiden sebelum 24 Maret 2013, karena dianggap gagal menjalankan tugas negara serta tidak dapat melindungi rakyat.
Di luar Anas, GMKN dan MKRI, ada beberapa kelompok mahasiswa di berbagai kota se-Indonesia menuntut agar SBY segera dicarikan penggantinya. Jadi, dari sekian banyak kelompok itu, yang mana yang dimaksud SBY? Dan, tujuh jenderal disiapkan melawan kelompok yang mana?
Bisa saja, tujuh jenderal itu dikumpulkan untuk mencegah semua lawan politik SBY bergabung dan bersatu. Khalayak tentu masih ingat, bersatunya gerakan reformasi menumbangkan rezim Soeharto pada 1998 lalu.

Inilah salah satu yang dibantah Luhut

Direktur Setara Institute, Hendardi, menyatakan pertemuan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan para jenderal purnawirawan menunjukkan napas militernya masih kuat. Dia ingin menunjukkan dukungan terhadap peran lebih besar pada TNI. Di sisi lain, itu upaya untuk mencari proteksi atau perlindungan.
“Selama ini SBY kan menunjukkan gejala ingin mengembalikan peran TNI yang lebih besar. SBY telah mengajukan RUU Kamnas dan membiarkan peradilan militer,” kata Hendardi kepada Rakyat Merdeka Online di Gedung DPR/MPR, Senayan Jakarta, Kamis siang (14/3).
Menurut dia, kehadiran para jenderal purnawirawan di Istana merupakan hal biasa. Tapi di sisi lain ada keuntungan politik.
“Keuntungannya jelas, SBY akan mendapatkan satu proteksi menghadapi masa akhir pemerintahannya. Setelah turun nanti tidak ada anasir-anasir yang mengganggu karena dekat dengan semua pihak,” katanya.
Terjadinya bentrok antara TNI dengan Polri di Ogan Komerling Ulu (OKU) tampaknya juga menjadi perhatian mereka. Tapi perlu dikritisi, lanjut Hendardi, SBY dalam kaitan ini tidak menunjukkan kewenangannya. Dia menyederhanakan masalah, yakni tindak tegas mereka yang bersalah.
“Seharusnya SBY ikut tanggung jawab dan mengurai permasalahan yang terus berulang antara TNI-Polri. Kewenangan SBY jelas ada, belum pernyataan yang jujur soal penyelesaian yang perlu dilakukan,” demikian Hendardi. (Re-editing: Mohamad iQbaL)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar