Ucapan

SELAMAT DATANG DI BLOG SUARA ENGGANG POST!

Sabtu, 28 April 2012

Ada 16 Catatan dan Rekomendasi Dewan

Dipertanyakan, Anggaran BNN Rp 1,7 Miliar

Pontianak – DPRD Provinsi Kalbar telah menyampaikan 16 catatan dan rekomendasi Pansus DPRD terhadap LKPj Gubernur Kalbar tahun anggaran 2011, Rabu (25/4) lalu. Catatan dan rekomendasi ini disampaikan sebagai bahan masukan dalam upaya perbaikan pengelolaan pemerintahan daerah di tahun-tahun yang akan datang.
“Mudah-mudahan catatan dan rekomendasi ini menjadi bahan perhatian bagi seluruh SKPD untuk melakukan perbaikan dalam mewujudkan visi-misi gubernur yang tercantum dalam RPJMD Tahun 2008-2013,” harap Koordinator Pansus H Ahmadi Usman SAg, kemarin.
Peningkatan kinerja atas dasar rekomendasi pansus itu menjadi perhatian para wakil rakyat melalui alat kelengkapan DPRD. Dia berharap kinerja pemerintah provinsi baik dalam mencapai target pembangunan yang ditetapkan maupun dalam penyajian dokumen LKPJ mendatang, menjadi lebih baik.
Catatan dan rekomendasi, menurut Ahmadi, pertama menyangkut penyusunan LKPj harus didasarkan pada berbagai peruturan perundangan yang erat kaitannya terhadap LKPj, seperti UU No 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU No 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, UU No 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan, dan Peraturan Daerah No 8 Tahun 2008 tentang RPJMD Kalbar Tahun 2008-2013.
Wakil Ketua DPRD Kalbar ini melanjutkan, penyusunan LKPj gubernur sejak awal harus melibatkan Badan Pusat Statistik (BPS) sebagai institusi yang bertanggung jawab terhadap akurasi data. Tujuannya agar tidak ditemukan duplikasi sumber data pada informasi yang sangat penting seperti jumlah penduduk.
Sehingga BPS bisa menyiapkan data-data penting yang diperlukan dalam penyusunan LKPJ sejauh dimungkinkan oleh peraturan perundangan. Juga diberikan alokasi anggaran pada tahun ini dan tahun-tahun mendatang.
Jawaban terhadap rekomendasi Pansus LKPj tahun sebelumnya juga menjadi catatan. Ahmadi berharap lebih substansial dengan menunjukkan data dan tindak lanjut berupa program atau kegiatan, sebagaimana sebagian telah ditunjukkan oleh Dispenda.
Pansus juga merekomendasikan agar LKPj Gubernur sebaiknya disandingkan dengan target capaian tahunan seperti tertuang dalam matriks RPJMD 2008-2013. Hal ini agar masyarakat (juga DPRD) secara langsung dapat mengetahui kinerja eksekutif dalam mewujudkan target yang sudah ditetapkan bersama antara eksekutif dengan legislatif.
Bappeda, sambung Ahmadi, harus mampu sebagai leading sektor penganggaran SKPD dan menjadi kepanjangan tangan gubernur untuk menentukan reward atau punishment. SKPD yang berhasil dalam capaian program harus memperoleh reward melalui penambahan anggaran.
Sebaliknya, Ketua DPW PPP Kalbar ini menyampaikan, SKPD yang tidak optimal capaiannya diberikan punishment dengan pemotongan pagu anggaran. Untuk itu leadership di Bappeda harus menjadi perhatian sungguh-sungguh dari Gubernur untuk segera dibenahi, agar institusi itu kembali memiliki kewibawaan dan kehormatan sebagaimana mestinya.
Pansus juga berharap pemerintah provinsi mengambil inisiatif sekaligus mengoordinasikan langkah-langkah bersama dengan daerah lain serta DPR RI dan DPD RI untuk memasukkan perkebunan menjadi salah satu SDA yang dibagi hasilkan. Kemudian meningkatkan bagian provinsi Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam, dalam revisi Undang-Undang No 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, atau melakukan upaya hukum berupa judicial review terhadap undang-undang tersebut.
Besaran alokasi belanja tahunan, kata Ahmadi, sebaiknya proporsional dengan empat arah prioritas daerah yang diarahkan untuk mendorong peningkatan/percepatan pertumbuhan ekonomi, mempercepat pengurangan pengangguran dan kemiskinan, dan menjaga stabilitas ekonomi.
“Keempat untuk memperkecil kesenjangan atau disparitas pembangunan antarwilayah. Karena hanya dengan itu rakyat dapat melihat konsistensi antara rencana dengan pelaksanaan pembangunan, mulai dari rencana jangka panjang 20 tahunan (RPJPD), rencana jangka menengah lima tahunan (RPJMD), rencana jangka pendek tahunan (RKPD), dan eksekusi di tingkat pelaksanaan yang tergambar dalam APBD,” ujarnya.

Perlu dijelaskan

Menyikapi besaran SILPA, Ahmadi meminta sebaiknya eksekutif menjelaskan mengapa SILPA tetap besar. Bengkaknya di SKPD mana dan apa faktor penyebabnya. Apakah SILPA timbul sebagai akibat dari lambannya aliran dana transfer seperti DAK, atau ada hambatan pada kementerian/lembaga terkait di pusat.
Penjelasan ini, kata dia, penting untuk alokasi anggaran tahun berikutnya, di mana SKPD yang kesulitan menyerap anggaran akibat persoalan internal, seharusnya tidak lagi memperoleh alokasi yang besar.
“SILPA yang besar akan merugikan rakyat, karena dengan SILPA berarti rakyat gagal memperoleh haknya berupa pelaksanaan pembangunan. SILPA juga akan menghambat upaya kita mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkualitas sesuai prioritas daerah,” ujarnya.
Masalah IPM juga menjadi catatan pansus. Ahmadi mengatakan peningkatan nilai IPM tampaknya belum mampu meningkatkan peringkat IPM Kalbar secara nasional. Melihat pertumbuhan ekonomi Kalbar tahun 2011 yang relatif baik, maka pansus menduga problem utama dalam IPM bersumber dari pendidikan dan kesehatan.
Karena itu, pansus meminta Dinas Pendidikan dan Dinas Kesehatan memfokuskan program dan kegiatan untuk memperbaiki kualitas variabel-variabel pembentuk IPM. Seperti rata-rata lama sekolah, angka buta huruf, angka kematian bayi, angka kematian ibu, dan usia harapan hidup.

Kapuas Raya

Badan Kepegawaian Daerah (BKD) juga masuk dalam catatan pansus. Ahmadi mengingatkan agar BKD melalui koordinasi dengan pemerintah kabupaten/kota se-Kalbar diminta segera menyusun secara detail jumlah dan jenis kualifikasi kebutuhan PNS, khususnya guru dan tenaga kesehatan. Uraikan berapa tambahan jumlah PNS yang dibutuhkan masing-masing pemerintah daerah per tahun, termasuk jenis kompetensinya.
Di sisi pekerjaan umum, pemprov agar fokus dan terarah mempercepat pembangunan infrastruktur di Kalimantan Barat. Karena itu, Dinas PU harus mempersiapkan secara detail perencanaan pembangunan infrastruktur yang sinergis dengan rencana pembangunan infrastruktur dalam kerangka kesepakatan gubernur se-Kalimantan dan MP3EI.
“Eksekutif sebaiknya melakukan tindakan konkret terhadap upaya dan langkah-langkah yang sudah dilakukan selama tahun 2011 terkait dengan rencana pemekaran/pembentukan daerah otonom baru Provinsi Kapuas Raya, Kabupaten Sekayam Raya, dan Kabupaten Tayan,” paparnya.
Pansus juga meminta agar Badan Pengelola Keuangan dan Asset Daerah (BPKAD) melakukan langkah-langkah konkret untuk menindaklanjuti hasil audit khusus BPK-RI terhadap penilaian dan tata kelola aset Pemerintah Provinsi Kalbar.
Soal penyerapan anggaran, eksekutif harus mengevaluasi faktor penyebab lambannya penyerapan anggaran Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan, Badan Ketahanan Pangan, Dinas Kelautan dan Perikanan.
Urusan kesehatan pada program pembinaan upaya kesehatan di RSUD Soedarso, masih butuh anggaran besar. Ironisnya ternyata anggaran yang sudah disediakan pun tidak mampu digunakan.
Rendahnya penyerapan anggaran ini, dijelaskan Ahmadi, bisa berdampak pada alokasi dana Tugas Pembantuan di tahun yang akan datang. Jika hasil evaluasi menunjukkan kesalahan pada sistem atau SDM, maka harus ada keberanian eksekutif untuk memperbaiki sistem itu atau jika dibutuhkan segera melakukan rotasi pada struktur pengelola anggaran tugas pembantuan tersebut.
Pansus juga memberikan rekomendasi agar dalam hal penyelenggaraan urusan tugas umum pemerintahan, eksekutif harus melaporkan perkembangan tindak lanjut MoU yang sudah ditandatangani dengan berbagai pihak.
“Catatan kita terakhir, dalam LKPj Gubernur akhir tahun anggaran 2011 tidak ditemukan adanya laporan Badan Nasional Narkotika, yang telah alokasikan sebesar Rp. 1.700.000.000. Jadi, perlu pelaporan konkret penggunaan anggarannya yang berjalan kurang lebih enam bulan,” tuntas Ahmadi. (jul)

Terkait

Tidak ada komentar:

Posting Komentar