Ucapan

SELAMAT DATANG DI BLOG SUARA ENGGANG POST!

Selasa, 14 Agustus 2012

Golput Akibat Kerakusan Politik

DR Zulkarnaen
Kiki Supardi
DR Zulkarnaen
Pemilihan Gubernur Kalbar 2012 masih kental oleh politik aliran. Pasalnya, mayoritas konstituen masih didominasi oleh pemilih tradisional.
“Kentalnya politik aliran karena pemilih tradisional jauh lebih dominan dibandingkan pemilih rasional. Sehingga fanatisme untuk memilih figur dari kelompoknya masih sangat tinggi,” ungkap Dr Zulkarnaen, pengamat politik dari Universitas Tanjungpura kepada Rakyat Kalbar, Minggu (12/8).
Berbeda dengan DKI Jakarta yang juga sama-sama coblosan putaran kedua September nanti, walaupun isu SARA dan politik aliran dikembangkan oleh salah satu kandidat, namun pemilihnya lebih banyak yang rasional.
“Pemilih lebih menentukan pemimpinnya bukan lagi berdasarkan kesamaan yang ada pada dirinya dalam in group. Tetapi lebih melihat pada kemampuan figur serta track record dalam kepemimpinannya,” ujar pakar politik dan ilmu pemerintahan ini.
Tidak heran, DKI Jakarta merupakan wadah multirasial dan multietnis serta multikeyakinan yang penyerapan informasi politiknya lebih baik dan cerdas sehingga politik aliran tidak begitu berperan.
“Kalau politik aliran dimainkan, cenderung akan membuat para pemilih bingung. Misalnya calon dari Islam ada tiga orang. Dampaknya bagi pemilih Islam begitu besar dalam arti akan menimbulkan kebingungan. Akibatnya peluang golput akan makin tinggi karena menimbulkan apatisme,” tutur guru besar Universitas Tanjungpura Pontianak ini.
Zulkarnaen mengingatkan, kebingungan para pemilih akan mengurangi partisipasi politik. Jangankan rambang mau memilih siapa, bahkan mau pergi ke TPS saja menjadi malas.
“Mereka merasa datang pun enggan karena memahami ada kerakusan politik berdasarkan aliran. Memahami ada kerakusan politik inilah sebagai pemicu besar untuk golput. Terutama dari kelompok yang bingung tadi,” tegasnya.
Berapa besar pengaruh suara dari pemilih rasional yang notabene di dalamnya adalah para mahasiswa dan orang-orang yang menikmati pendidikan cukup serta pendidikan tinggi, Zulkarnaen memprediksi tidak terlalu besar. Dia mengancar-ancar sekitar 15-20 persen pemilih rasional yang menentukan pilihan atas figur yang mumpuni.
“Yang dikhawatirkan, biasanya mahasiswa tidak memilih. Karena menurut mereka tidak memilih dianggapnya juga pilihan. Anggapan mereka kandidat yang maju tidak menarik. Mahasiswa ini juga boleh jadi pemilih pemula sehingga pengaruhnya bagi pemilih tua tidak terlalu signifikan,” katanya.
Biasanya, fenomena yang muncul adalah para mahasiswa ini tidak mau pulang ke daerah untuk menunaikan hak pilihnya. Sehingga memungkinkan para mahasiswa ini untuk golput.
Ke depan, KPU sudah harus berpikir ada TPS di kampus-kampus khusus untuk mahasiswa. Kemudian, berdasarkan slogan pemilu luber jurdil, setiap warga negara boleh memilih di mana pun asalkan punya kartu pemilih atau e-KTP.
Ia menambahkan, pemilih yang menolak memberikan suaranya yang masa bodoh juga masih ada. Tetapi diperkirakan untuk Pilgub Kalbar 2012 ini sudah sedikit berkurang. Mengingat sudah banyak pendidikan politik masyarakat melalui media-media.
“Di Kalbar ini partisipasi politiknya lebih baik daripada Jakarta. Padahal kalau kita bandingkan tingkat kemajuan dan pendidikan Jakarta jauh di atas Kalbar,” ujarnya.
Dari latar itu, Zulkarnaen usul langkah yang paling efektif supaya masyarakat partisipasinya tinggi dalam pilkada, salah satunya adalah lewat dialog.
“Yang paling baik dialog dari hati ke hati. Berikan penjelasan kepada masyarakat bahwa satu suara menentukan pemimpin ke depan. Setiap orang itu menentukan siapa pemimpinnya,” tuturnya.
Apalagi mahasiswa dalam posisi menyongsong masa depan. Sangat disayangkan kalau masih banyak mahasiswa acuh dengan pilkada. Padahal mereka suara potensial yang idealis dalam memilih pemimpin.
“Saya masih menemukan mahasiswa yang tidak tertarik sama sekali dengan perpolitikan di daerahnya. Tapi ada juga yang tertarik bahkan sampai larut menjadi tim sukses,” tutupnya. (kie)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar