Ucapan

SELAMAT DATANG DI BLOG SUARA ENGGANG POST!

Selasa, 14 Agustus 2012

Sekali Pansus Rp 600 Juta

Soal Aset, F-PDIP Pilih Panja

Pontianak – Kendati sejumlah fraksi di DPRD Kalbar menganggap penting dibentuknya Pansus Aset dan PKR, tapi F-PDI Perjuangan berkelit bahwa panitia khusus itu menyedot uang rakyat hingga lebih Rp 500 juta.
“Perlu dicatat, kalau kita bentuk pansus akan memakan biaya yang cukup besar. Jika digabungkan biaya konsultasi dan biaya studi banding sudah mendekati Rp 600 juta, atau setengah miliar lebih,” ungkap Ketua DPRD Kalbar Minsen SH kepada wartawan di ruang Fraksi PDIP, Kamis (5/7).
Dia minta dibayangkan, jika satu pansus anggotanya mencapai 23 orang. Sekali konsultasi saja sudah makan uang negara sekitar Rp 200-an juta. Belum lagi untuk studi banding. Misalkan studi banding di luar daerah Jakarta, itu biaya perjalanan bisa mencapai Rp 15-an juta per orang.
“Nah, tinggal kita hitung saja per orangnya itu. Kalau dikalikan 23 orang sudah Rp 300 juta lebih. Ditambah biaya konsultasi tadi itu sudah mendekati Rp 600 juta. Setengah miliar lebih,” kata Minsen.
Besarnya anggaran itu menjadi salah satu pertimbangan legislator PDIP ini selaku pimpinan dewan untuk membentuk pansus aset. Karena dalam hal ini, jangan berorientasi pada perjalanan dinasnya, tapi berorientasi pada penyelesaian masalah.
“Masalah aset ini bisa dicari jalan keluarnya dengan cara yang lain dengan menghemat uang negara. Hal ini juga yang mungkin teman-teman dan orang luar tidak pahami, bahwa biaya pansus itu luar biasa besarnya,” ucap mantan Ketua DPRD Landak ini.
Menurut Minsen, anggaran sebesar itu lebih baik dibantu untuk kabupaten/kota yang memang memerlukan anggaran tersebut. Misalkan untuk memperbaiki rumah sakit atau sekolah. “Itu pandangan saya selaku pimpinan maupun anggota fraksi PDIP. Tindak lanjut LHP itu bisa dengan panitia kerja, sesuai tatib DPRD,” tambahnya.
Terkait Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) yang disampaikan dalam rapat paripurna istimewa, Kamis (5/7), secara umum Minsen melihat apa yang dilaporkan BPK RI Perwakilan Kalbar itu sudah objektif.
“Dan kalau masih ada persoalan, saya pikir sudah dari tahun lalu. Saya minta kepada sekda dan jajarannya untuk membenahi aset itu,” saran dia.
Perlu dicatat, lanjut Minsen, menurut anggota BPK RI Rizal Djalil saat paripurna itu, untuk mempercepat masalah aset tidak mesti melalui pansus. Sesuai tatib bisa diselesaikan melalui panitia kerja (panja). DPRD Kalbar mendorong penataan aset menjadi lebih baik.
“Dalam LHP BPK itu tadi sudah banyak sekali kemajuan. Di antaranya peningkatan APBD kita dari Rp 1,8 menjadi Rp 2,1 triliun lebih. Begitu juga dengan investasi. Saya apresiasi BPK, kami juga bagian dari prestasi itu karena sama-sama penyelenggara pemerintahan. Kalau masih ada yang tidak beres, tanggung jawab kita bersama,” kata dia.
Sebetulnya, sambung Minsen, melalui pansus itu kesannya politis, dan persoalan ini masih bisa diselesaikan melalui alat kelengkapan dewan yang ada.
“Kita bicarakan dengan eksekutif itu ranahnya panitia anggaran. Tidak mesti harus pansus, yang menjadi dilema selama ini kan teman-teman menuntut pansus, apa yang mau dipansuskan? Ini kan masalah teknis. Kita dorong saja eksekutif, bisa saja dengan rapat kerja, bisa dengan Badan Anggaran dan Tim Eksekutif,” paparnya.
Selain itu, dikatakan Minsen, dibuat rekomendasi hasil dari rapat Komisi A. “Ini kan belum pernah, sekarang misalkan Komisi A rapat berkaitan dengan aset, apa rekomendasinya kepada pimpinan, itu tidak pernah dilakukan. Tidak pernah sampai ke pimpinan. Jadi apa yang mau kita sampaikan ke eksekutif untuk mendorong proses ini?” ujarnya.
Seperti diketahui, penilaian BPK RI terhadap pelaksanaan APBD Kalbar 2011 Wajar Dengan Pengecualian (WDP) atau sama dengan tahun sebelumnya. Meski belum mampu mengejar hasil penilaian Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), Fraksi PDI Perjuangan masih berpandangan, penyelesaian aset yang ada tidak perlu dengan pansus.
Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD Kalbar M Kebing L lebih memilih membentuk panja untuk mengawasi dan bekerja sama dengan pemprov dalam penyelesaian aset yang tercatat dalam LHP. Tatib DPRD Kalbar Bab 9 pasal 126 ayat (8) sudah menyatakan itu.
“Makanya dari dulu Fraksi PDIP tidak berkeinginan adanya pansus. Pansus itu dibentuk kalau ada yang luar biasa. Misalnya ada kesalahan atau tindakan gubernur yang merugikan publik. Dan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan,” tegasnya.
Dalam catatan LHP BPK itu, lanjut Kebing, hanya kesalahan teknis dan administrasi saja dan barangnya ada. Artinya penataan administrasinya saja yang perlu dibenahi. Misalkan aset pemerintah provinsi tapi dikuasai pemerintah kabupaten, atau ada yang sudah menjadi milik pemerintah provinsi tapi masih dikuasai orang per orang. “Ini masih ranahnya SKPD dan BPN untuk menyelesaikannya. Seperti yang disampaikan BPK,” jelas dia. (jul)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar