Ucapan

SELAMAT DATANG DI BLOG SUARA ENGGANG POST!

Senin, 17 Desember 2012

Siapa yang Miskin?

Walikota Singkawang Hasan Karman
Walikota Singkawang DR KRA Hasan Karman Notohadiningrat
Singkawang – Setiap membicarakan siapa saja yang miskin, selalu dihadapkan pada perbedaan mengenai cara mengukurnya. Hal itu pula yang terjadi di Kota Singkawang ketika penyuguhan angka kemiskinan dan pelaksanaan program untuk orang miskin.
Ketika menyampaikan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPj) akhir masa jabatannya sebagai Walikota Singkawang periode 2007-2012, Dr KRA Hasan Karman Notohadiningrat mengungkapkan memang ada yang mempersoalkannya.
“Sebagian kalangan mempersoalkan capaian hasil indikator penurunan kemiskinan yang dihitung dengan pendekatan makro dengan data program penanggulangan kemiskinan yang dihitung berdasarkan pendekatan mikro, seperti data penerima beras miskin,” kata Hasan.
Terkait perbedaan itu, Hasan menjelaskan, kalau pendekatan angka kemiskinan makro menunjukkan penduduk yang benar-benar miskin. Sedangkan pendekatan program atau mikro disesuaikan dengan besaran pagu dana pemerintah yang tersedia. “Sehingga yang bukan benar-benar miskin, seperti hampir miskin pun, dapat saja mendapatkan layanan program pemerintah tersebut,” paparnya.
Dalam kesempatan tersebut, Hasan juga menanggapi tentang adanya kesan inkonsistensi antara laporan makro terkait menurunnya angka kemiskinan dari 6,12 persen pada 2010 menjadi 5,83 persen pada 2011 dengan data mikro berdasarkan Pendataan Program Perlindungan Sosial (PPLS) yang menyebutkan kenaikan Rumah Tangga Sasaran (RTS) dari 13.200 menjadi 13.500 RTS.
Dia menjelaskan, adanya perbedaan individu dalam mengaitkan hubungan antara data faktual penduduk miskin yang diperoleh berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) dengan data program kebijakan berupa data penduduk RTS yang diperoleh berdasarkan PPLS 2012, dikarenakan metodologinya berbeda. “Kedua jenis data kemiskinan tersebut diperoleh dengan pendekatan, metodologi yang berbeda dengan kegunaan atau tujuan yang berbeda pula,” terang Hasan.
Data kemiskinan makro, tambah Hasan, merupakan hasil pendapatan Susenas yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS). Disebut makro, selain karena tidak dapat menampilkan data by name (per nama), by address (per alamat), juga sering hanya menampilkan angka persentase kemiskinan, tidak dilengkapi dengan data absolut atau jumlah jiwa.
“Angka ini dapat diperoleh setiap tahun, meskipun belum dapat memenuhi harapan kita dari sisi ketepatan waktu. Tetapi data inilah yang digunakan sebagai indikator angka kemiskinan dalam dokumen perencanaan dan evaluasi pembangunan nasional,” kata Hasan.
Data makro ini yang digunakan karena dapat kontinu diperoleh setiap tahun dan memenuhi kriteria kemiskinan dasar dengan pendekatan asupan kalori penduduk yang kemudian dialihkan (dikonversi) dalam bentuk nilai uang. “Angka ini terbandingkan secara objektif antarwilayah provinsi dan kabupaten/kota,” ujar Hasan.
Merujuk pada angka yang telah dirilis BPS, penduduk miskin di Kota Singkawang 7,89 persen pada 2008, selanjutnya turun menjadi 6,2 persen pada 2009 dan 6,12 persen pada 2010. Sedangkan berdasarkan data indikator mikro diperkirakan pada 2011 diperoleh angka sementara 5,83 persen dan pada 2012 diperoleh 5,56 persen. “Data kemiskinan mikro yang merupakan hasil PPLS, juga dilaksanakan BPS,” kata Hasan.
Disebut mikro, jelas Hasan, selain dapat menampilan data by name dan by address, juga dapat digunakan langsung sebagai bahan dalam pelaksanaan program. Misalnya, untuk program Bantuan Langsung Tunai (BLT), Beras Miskin (Raskin), dan Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas).
“Data ini dikeluarkan tidak setiap tahun, tetapi sesuai dengan kebutuhan, dengan kriteria tertentu. Misalnya BLT dengan 14 kriteria, mulai dari kebiasaan makan, berpakaian, dan bertempat tinggal,” kata Hasan. (dik)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar