Ilustrasi
Ilustrasi
JAKARTA -
Banyak cara cara seseorang untuk melancarkan urusannya. Mulai dari
pemberian imbalan, bahkan jasa seksual kepada seseorang, dengan tujuan
untuk memuluskan keinginannya.
Untuk
mengusut itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun angkat bicara
mengenai hal tersebut, dan tidak perlu ada aturan baru lagi untuk
mengusut gratifikasi jenis tersebut.
Direktur
Gratifikasi KPK Giri Suprapdiyono mengatakan, ada kesalahan persepsi
dari media dalam pemberitaan soal gratifikasi seksual. Menurut Giri, KPK
tidak sedang menyusun aturan khusus untuk mengusut gratifikasi seksual
karena aturan tentang hal tersebut sebenarnya sudah ada, yakni Pasal 12B
Ayat Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi.
Menurut Giri, dalam penjelasan
Pasal 12B Ayat 1 UU No 20/2001 disebutkan bahwa yang dimaksud
gratifikasi adalah pemberian dalam arti luas, meliputi pemberian uang,
barang, diskon, komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan,
fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan
fasilitas lain.
Giri menjelaskan, pemberian
gratifikasi dalam bentuk layanan seksual masuk kategori pemberian
fasilitas lain. "Sudah diatur dalam UU kita secara implisit, yakni
pemberian 'fasilitas lain'," kata Giri, Kamis (10/1/2013), di Jakarta.
Dengan
demikian, kata dia, tidak perlu dibuat aturan baru yang lebih khusus
lagi, terlebih membuat UU untuk mengatur secara khusus pemberian
gratifikasi seksual ini. KPK cukup mengusut pemberian gratifikasi
seksual dengan UU Nor 20/2001.
"Jika ada
pemberitaan yang menyatakan KPK sedang menyusun aturannya, hal tersebut
hanya salah persepsi dari wartawan yang memberitakannya. Itu mislead,"
kata Giri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar