Ucapan

SELAMAT DATANG DI BLOG SUARA ENGGANG POST!

Sabtu, 27 Oktober 2012

Hairiah: Selamatkan Jiwa Dua TKI asal Kota Pontianak

DPD Perwakilan Kalbar Desak Deplu
hukuman mati tki
ZMS
Pontianak – Kalau Presiden SBY berhasil menyelamatkan nyawa warga asing terpidana mati kasus narkoba, mengapa WNI sendiri yang justru menyumbang devisa harus dibiarkan mati digantung di negeri orang?
Pihak keluarga Hiu bersaudara, Frans Hiu, 22, dan Dharry Frully Hiu, 20, yang divonis hukuman mati oleh Mahkamah Tinggi Shah Alam, Selangor, Malaysia, memerlukan uluran tangan pemerintah RI. Sampai Sabtu (20/10) belum mengetahui nasib kedua anak mereka.
Salinan putusan tak kunjung tiba dari Mahkamah Tinggi Malaysia. Jangan heran Pemkot Pontianak pun tak tahu-menahu ada warganya terancam mati.
“Saya sudah berusaha menghubungi keluarganya. Dari informasi yang diperoleh, ibunya dan tantenya yang sudah pergi ke Malaysia untuk meminta bantuan kepada majikannya. Langkah itu sudah sangat terlambat dan seharusnya pihak keluarga melaporkan lewat Deplu,” ungkap Hj Hairiah MH kepada Rakyat Kalbar via telepon, Sabtu (20/10).
Hairiah, anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Dapil Kalbar akan mendesak Departemen Luar negeri (Deplu) di Jakarta untuk memperjuangkan nasib kedua WNI yang terpapar menunggu di tiang gantungan itu.
Senin (22/10) besok, Hairiah akan melayangkan surat ke Deplu dan datang langsung untuk mengetahui kejadian sebenarnya yang dialami oleh kakak beradik tersebut.
Pejuang kemanusiaan dan hak asasi ini menyayangkan kenapa pemerintah Indonesia sekarang baru mengetahui, padahal kasusnya sudah terbilang dua tahun. Inilah realitas diskriminasi yang menyebabkan mundur dan lambannya hukum di negeri ini.
Hairiah mengatakan seharusnya Pemerintah Malaysia memberitahukan kepada Kedutaan Indonesia di Kuala Lumpur atau Konsulat Malaysia yang di Pontianak.
“Seolah-olah pemerintah Malaysia tidak memberikan informasi kepada pemerintah Indonesia. Apakah juga pemerintah Indonesia yang tidak membuka pintu hal ini. Padahal kalau dari awal kita bisa menyiapkan pengacara. Kita akan dorong Deplu untuk mengklarifikasi kebenarannya supaya ada keringanan. Di Deplu ada Ditjen Perlindungan TKI di luar negeri,” paparnya.
Hairiah mengingatkan kembali, bahwa Pemerintah Indonesia dan Malaysia sudah punya memiliki perjanjian tentang tenaga kerja Indonesia di Malaysia. Begitu juga soal perjanjian ekstradisi antarkedua jiran.
Tentang perlakuan terhadap WNI yang terlibat kasus pidana di Malaysia, Deplu seharusnya bisa memberikan pendampingan pengacara terhadap terdakwa. Terdakwa berhak membela diri dan memperoleh advokasi.
“Tidak ada unsur kesengajaan untuk membunuh pencuri tersebut. Meskipun info ini sangat terlambat tetapi masih ada harapan untuk dilakukan pembelaan. Pemkot Pontianak harus merespons. Tidak perlu menunggu surat pemberitahuan lagi. Secepatnya diklarifikasi dan memfasilitasi keluarganya,” tegas Hairiah.
Menurutnya, tidak terdeteksinya masalah ini disebabkan keluarga mereka pergi ke Malaysia lewat perseorangan bukan PJTKI. Meskipun legal tetapi hanya menggunakan paspor kunjungan.
“Tidak boleh saling lempar tangan untuk menangani kasus ini. Kita tetap optimis, karena kita juga bercermin berapa kasus yang sama menimpa TKI kita di Arab Saudi dan berhasil seperti Sulaimah dan Armayeh,” katanya soal TKI asal Kubu Raya yang berhasil diselamatkan Pemkab KKR.
Hairiah mengimbau para calon TKI yang akan bekerja ke luar negeri harus memahami situasi, kondisi, dan hukum yang berlaku di sana. Sehingga tidak akan terjadi hal-hal seperti ini. Setiap negara pasti punya hukum dan aturan yang berbeda. Begitu juga dengan pemerintah harus memberikan pengawasan terhadap penempatan TKI yang ada di luar negeri. (kie/jul)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar