Ucapan

SELAMAT DATANG DI BLOG SUARA ENGGANG POST!

Senin, 28 Mei 2012

Gagal Unas Bukan Kiamat

Semua aparatur kepolisian di kota dan kabupaten seluruh Kalbar bersiap-siap. Bahkan para petugas ditempatkan untuk menjaga supaya pengumuman hasil ujian nasional (Unas) di penjuru Kalbar aman.
Maklum saja, setiap kali hasil Unas diumumkan ada saja cerita siswa atau siswi yang berbuat nekat. Bisa nekat karena pengumuman menyebutkan sang siswa tidak lulus. Bisa juga karena gembira, lantas melakukan konvoi bahkan berbuat sesuatu negatif. Kedua jelas perbuatan nekat yang seharusnya tidak lakukan para siswa.
Bahkan supaya para siswa tidak berbuat nekat, sekolah menyerahkan hasil Unas pada wali atau orang tua murid. Kendati tidak semua sekolah menerapkan cara itu, namun semuanya sepakat siswa tidak berbuat nekat.
Bagi siswa yang lulus, mungkin bisa tersenyum semringah. Sejatinya memang tidak ada yang salah dengan bergembira ketika mendapatkan kabar lulus Unas, jika kegembiraan itu diartikan sebagai bentuk syukur dan terima kasih atas selesainya tugas berat belajar dalam rentang waktu 3 tahun. Dalam posisi seperti itu sangat wajar rasa gembira ditampilkan.
Persoalan menjadi berbeda mana kala kegembiraan ditampilkan secara berlebihan, dan lupa kalau hasil Unas sesungguhnya awal untuk memulai lebar perjalanan baru. Karena di saat siswa melanjutkan ke perguruan tinggi atau memilih untuk bekerja, perjuangan sesungguhnya sedang dimulai.
Tapi bukan berarti mereka yang tidak lulus harus muram, mengucilkan diri di kamar, atau menghabiskan waktu di tempat hiburan. Hanya untuk melepaskan kebingungan ketika melihat hasil yang diperoleh. Namun terpenting bagaimana menjadi hasil yang buruk pada masa ini, sebagai cambuk mengukir prestasi di masa mendatang. Nekat bisa menjadi positif bila diikuti dengan sesuatu yang positif.
Sebab banyak orang-orang sukses yang kini sukses, sebut saja Ajip Rosidi, bahkan menolak ikut ujian akhir SMA. “Saya tidak jadi ikut ujian, karena ingin membuktikan bisa hidup tanpa ijazah,” tuturnya.
Hal itu dibuktikan dengan terus menulis, membaca, dan menabung buku sampai ribuan jumlahnya. Alhasil pada usia 29 tahun, Ajip yang tidak mengantongi ijazah SMA diangkat sebagai dosen luar biasa Fakultas Sastra Universitas Padjadjaran. Lalu jadi Direktur Penerbit Dunia Pustaka Jaya, Ketua IKAPI Pusat, Ketua DKJ, dan akhirnya pada usia 43 tahun menjadi profesor tamu di Jepang sampai pensiun.
Selanjutnya masih ada Purdi E Chandra, kini dikenal sebagai pengusaha yang sukses. Lembaga Bimbingan Belajar (Bimbel) Primagama yang didirikannya, bahkan masuk MURI lantaran memiliki 181 cabang di 96 kota besar di Indonesia dengan 100 ribu siswa tiap tahun.
Bukan suatu kebetulan jika pengusaha sukses identik dengan kenekatan mereka, untuk berhenti sekolah atau kuliah. Seorang pengusaha sukses tidak ditentukan gelar sama sekali. Inilah yang dipercaya Purdi ketika baru membangun usahanya.
Kuliah di 4 jurusan yang berbeda, psikologi, elektro, sastra Inggris, dan farmasi di Universitas Gajah Mada (UGM) dan IKIP Yogya membuktikan kecemerlangan otak Purdi. Karena merasa tidak mendapatkan apa-apa, dengan pola kuliah yang menurutnya membosankan.
Ia yakin, gagal meraih gelar sarjana bukan berarti gagal meraih cita-cita. Purdi muda yang penuh cita-cita dan idealisme ini pun nekat meninggalkan bangku kuliah dan mulai serius untuk berbisnis. Kini Purdi sudah memiliki lebih dari 500 cabang Primagama di seluruh Indonesia.
Jadi siswa yang tidak lulus dalam Unas, tidak perlu galau. Hari masih belum kiamat. Orang tua pun tidak perlu memarahi mereka habis-habisan, malah seharusnya memberikan dukungan moril. Sehingga kepercayaan diri mereka kembali tertanam. Tanamkan pada mereka, kegagalan dalam UN merupakan salah satu jalan untuk menuju kesuksesan. (*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar