Ucapan

SELAMAT DATANG DI BLOG SUARA ENGGANG POST!

Senin, 28 Mei 2012

Wajib DP 30 Persen untuk Kredit Rumah dan Mobil

Aturan Baru Bank Indonesia per 15 Juni 2012
 
Pontianak – Kurang dari sebulan, tepatnya 15 Juni 2012, Bank Indonesia mewajibkan bank-bank dan lembaga keuangan lainnya untuk menyetorkan down payment (DP) alias uang muka minimal untuk kredit kendaraan bermotor dan kredit kepemilikan rumah.
“Kebijakan nasional ini bermaksud agar bank lebih berhati-hati dalam memberikan kredit karena faktor risiko yang besar. Jika tidak disanggupi, itu merupakan tanggung jawab dari masing-masing bank yang menyalurkan kredit,” ungkap Hilman Tisnawan, Kepala Bank Indonesia Cabang Pontianak, menjawab Equator di ruang kerjanya, Senin (21/5).
Peraturan baru perkreditan tersebut dituangkan dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/10/DPNP tertanggal 15 Maret 2012, tentang penerapan manajemen risiko pada bank yang melakukan pemberian Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) dan Kredit Kendaraan Bermotor (KKB).
Bank Indonesia mewajibkan kepada perbankan agar setiap KKB roda dikenakan uang muka 25 persen dan 30 persen untuk mobil. Sedangkan untuk KPR, setiap bank hanya boleh mengucurkan kredit untuk rumah tipe 70 dengan uang muka 30 persen. Namun untuk tipe 21, 36, dan 45 terbebas dari aturan baru tersebut.
Dalam beberapa tahun terakhir, lonjakan kepemilikan sepeda motor dinilai cukup tinggi dengan risiko yang tidak kecil terhadap kredit macet. Masyarakat bawah berlomba untuk punya sepeda motor lantaran DP-nya 0% dengan cicilan sangat ringan. Dengan keluarnya edaran tersebut, masyarakat akan berhitung kembali terhadap pengeluarannya.
“Aturan yang dikeluarkan oleh BI ini bukan lantas ingin menyusahkan masyarakat banyak. Sebab data yang dihimpun dari seluruh daerah se-Indonesia termasuk Kalbar, sudah mengandung risiko. Mengantisipasi lonjakan kredit motor dan mobil dengan DP murah di awal, ternyata kesulitan melunasi cicilan kedua hingga batas akhir yang ditetapkan,” ungkap Hilman.
Selain SE Bank Indonesia, Kementerian Keuangan juga membatasi DP kredit kendaraan semua perusahaan multifinance atau leasing, minimal 20 persen untuk motor dan 25 persen untuk mobil. Batasan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 43/PMK 010/2012 tentang uang muka pembiayaan konsumen untuk kendaraan bermotor pada perusahaan pembiayaan.
Namun, menurut Hilman, pembatasan DP terutama untuk masyarakat Kalbar tidak akan berpengaruh banyak. Karena naiknya uang muka juga tidak terlalu besar dan tidak memberatkan masyarakat.
“BI tentu sudah mempelajari hal ini. Sehingga untuk mengantisipasi proses pembayaran kredit ke depannya, kami yakin dengan DP yang dinaikkan menjadikan masyarakat dewasa dalam pengelolaan keuangan ke depannya,” jelas Hilman.
Di sisi lain, BI bahkan tetap mendorong kegiatan bisnis tetap tinggi melalui kredit pemilikan mobil yang nonkonsumtif. Untuk truk dan kendaraan niaga lain yang digunakan untuk dagang, hanya dikenakan DP sebesar 20 persen. Sedangkan kendaraan mewah yang bersifat konsumtif dikenakan DP 25 persen.
“Ini juga salah satu cara BI mendidik masyarakat dengan mengatur DP kendaraan yang akan dibeli,” tuturnya.
Sementara itu masyarakat menengah bawah yang menginginkan rumah secara kredit justru dibebaskan dari DP alias nol persen untuk tipe 21, 36, dan 45. Kebijakan ini pula diarahkan agar pengembang masih dapat mengembangkan kreativitas pembangunan perumahan.
Namun untuk kepemilikan rumah tipe 70 ke atas melalui KPR diwajibkan menyetor uang muka sebesar 30 persen. Menurut Hilman, aturan ini disebabkan rumah tipe 70 banyak diminati masyarakat dengan tingkat ekonomi yang tinggi. Sementara masih banyak masyarakat di Indonesia dan Kalbar yang masih belum bisa memiliki tempat tinggal.
Dijelaskan Hilman, pemerataan di masa yang akan datang dengan kredit murah tahun-tahun belakangan ini cukup mengkhawatirkan. Mereka yang berada pada tingkat perekonomian yang rendah menjadi kesulitan memiliki rumah.
“Berbanding terbalik dengan masyarakat yang memiliki kemampuan untuk membeli rumah dengan enam bahkan tujuh unit. Ini yang diwaspadai oleh BI, sehingga harga yang tinggi untuk rumah tipe 70 akan berkurang. Dan bukan lagi menjadi investasi yang mahal,” papar Hilman.
Pertumbuhan KPR sendiri, dikatakan Hilman, saat ini dianggap terlalu tinggi sehingga mendorong peningkatan harga aset properti yang tidak mencerminkan harga sebenarnya. “Kami menggunakan bahasa ‘bubble’ atau peningkatan permintaan terhadap rumah sehingga meningkatkan risiko kredit bagi bank-bank dengan exposure kredit properti yang besar,” ujarnya.
Sebagai ilustrasi yang cukup mencengangkan, data Bank Indonesia tentang kredit rumah tipe 70 ke atas di Kalbar untuk tahun 2012 mencapai 1.034.435 konsumen. Kredit komsumtif tersebut menunjukkan peningkatan sebesar 7,08 persen. (dna)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar