Ucapan

SELAMAT DATANG DI BLOG SUARA ENGGANG POST!

Selasa, 10 April 2012

Fraksi Golkar Surati Ketua

PPP Desak Panggil Milton
 
Pontianak
 – 
Terganjalnya surat Bupati Sintang Milton Crosby yang diduga ditahan Ketua DPRD Kalbar membuat Fraksi Partai Golkar perlu melayangkan surat kepada Ketua DPRD.
Surat dengan nomor FPG.07/Pimp/IV/2012 tertanggal 3 April 2012 itu perihal meminta penjelasan resmi dari Ketua DPRD Minsen mengenai keterlambatan distribusi surat Bupati Sintang, terkait kelengkapan persyaratan administrasi usul pembentukan Provinsi Kapuas Raya (PKR).
“Keterlambatan distribusi surat yang sangat luar biasa, karena sejak Juni 2010 baru didisposisikan ke Komisi A DPRD Provinsi Kalbar pada akhir Februari 2012. Kita Fraksi Partai Golkar sudah meminta penjelasan kepada Ketua DPRD melalui surat fraksi,” kata Andry Hudaya Wijaya SH MH, Sekretaris Fraksi Partai Golkar Kalbar, kepada wartawan di ruang kerjanya, Kamis (5/4).
Menurut dia, penjelasan itu penting karena ada anggota DPRD Provinsi Kalbar dari Fraksi Golkar yang berasal dari daerah pemilihan 6 dan 7 yang notabene masuk dalam rencana pembentukan PKR. “Jadi mereka bisa memberi penjelasan kepada konstituennya. Seperti apa kondisi terakhir pembentukan PKR itu,” ungkap Andry.
FPG mengaku heran dengan sikap Ketua DPRD yang memilih tidak berkonsultasi dengan Komisi A yang membidangi hukum dan pemerintahan. Ini terkait dengan anggapan kalau surat yang dikirim Bupati Sintang ke DPRD Kalbar itu salah alamat.
Padahal, tambah Andry, sesuai Tata Tertib (Tatib) DPRD Provinsi Kalbar di pasal 46 ayat (1) huruf (g), dijelaskan bahwa diperbolehkan konsultasi dengan pihak luar misalnya eksekutif atau kepala daerah, asal ada keputusan DPRD.
Sementara itu, Ketua Fraksi PPP DPRD Kalbar HM Ali Akbar AS SH minta Badan Musyawarah untuk menjadwalkan pemanggilan Bupati Sintang Milton Crosby. “Ini supaya semua jelas, jangan sampai ada salah persepsi. Jangan pula rakyat yang dirugikan,” tegasnya.
Menurutnya, dengan diundangnya Bupati Sintang selaku Koordinator Pembentukan PKR, akan semakin jelas permasalahannya. Termasuk persyaratan administrasi yang belum lengkap tersebut.
Wakil Ketua Fraksi Khatulistiwa Bersatu DPRD Kalbar Andi Aswad SH menambahkan, kamar pemerintah itu ada dua, yakni eksekutif dan legislatif. Artinya, ketika Milton Crosby menyurati pimpinan DPRD untuk meminta kelengkapan persyaratan berupa keputusan DPRD, jangan dulu membawa-bawa pemerintah provinsi.
“Saya rasa tidak usah disangkutpautkan dengan pemprov. Jangan cederai keinginan masyarakat di wilayah timur Kalbar. Saya sangat menyayangkan pernyataan Ketua DPRD itu. Seharusnya dipisah mana yang menjadi kewenangan eksekutif dan mana yang menjadi kewenangan legislatif,” kata dia.
Fraksinya, sambung legislator PBR ini, sangat mendukung pembentukan Pansus PKR. Ini bertujuan untuk mempercepat terwujudnya provinsi baru itu. Karena selama ini, kendalanya karena persyaratan belum lengkap.
Perlu diketahui, surat Bupati Sintang itu untuk menindaklanjuti surat dari Deputi Persidangan dan KSAP Setjen DPR RI, Achmad Djuned No: LG.01.01/3488/DPR RI/V/2010 tanggal 10 Mei 2010, kepada Bupati Sintang, bahwa ada sejumlah persyaratan yang harus dipenuhi untuk pembentukan daerah otonom baru.
Namun kelengkapan itu guna melengkapi persyaratan dimaksud dengan berpedoman kepada PP No 78 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan dan Penggabungan Daerah ditujukan kepada Pimpinan DPR RI cq Pimpinan Komisi II DPR, paling lambat akhir Juni 2010.
Terkait usul pembentukan Provinsi Kapuas Raya yang diajukan ke DPR RI periode 2004-2009, harus diproses ulang dari awal oleh DPR RI periode 2009-2014.

Alasan utama

Ketua Tim Peneliti Pembentukan PKR dari Lembaga Penelitian Untan Prof Dr Eddy Suratman menjelaskan ada empat alasan utama mengapa diperlukan daerah otonom dalam bentuk pembentukan PKR.
Pertama alasan sejarah. Secara historis pada masa pemerintahan Hindia Belanda yaitu sekitar 1888 di tanah Borneo selain adanya kekuasaan-kekuasaan lokal yang diperintah oleh beberapa Sultan, sebenarnya sudah terbentuk pemerintahan Borneo Barat yang berpusat di Kabupaten Sintang saat ini.
Kedua, kata Eddy, alasan situasi dan kondisi wilayah. Secara geografis luas wilayah Kalbar mencapai 7,53 persen dari luas Indonesia atau 1,13 kali luas pulau Jawa. Ketiga alasan keterbatasan pemerintah. Dengan kondisi luas wilayah Provinsi Kalbar yang begitu besar, tentunya sulit bagi pemerintah untuk dapat memberikan pelayanan pemerintahan dan pembangunan secara optimal.
Keterbatasan dana dan sumber daya yang ada selama ini, kata dia, menyebabkan infrastruktur dasar di beberapa kabupaten masih jauh dari harapan. Pemekaran wilayah tentunya diharapkan dapat lebih mengefektifkan penyelenggaraan pemerintahan, pelayanan, dan pembangunan.
Keempat, alasan politis, psikologis, dan pertahanan keamanan. “Dari aspek pertahanan dan keamanan, beberapa kabupaten di wilayah bagian timur Kalbar ini yang meliputi Sanggau, Sintang, dan Kapuas Hulu berbatasan darat langsung dengan Malaysia,” jelasnya.
Eddy mengungkapkan, aspirasi dan harapan seluruh elemen masyarakat beberapa waktu yang lalu tentunya menjadi dasar kuat. Sudah semestinya pemerintah provinsi, pusat, dan DPR dapat mengartikulasikan dan mengaggregasi aspirasi masyarakat.
Dari tiga kabupaten tersebut ada 10 kecamatan yang terletak di garis perbatasan dengan negeri jiran tersebut. Oleh karena itu, demi pertimbangan keamanan dan kedaulatan wilayah memang dibutuhkan tingkat pengamanan dan pengelolaan kewilayahan yang lebih kuat serta didukung pembangunan sosial ekonomi dan infrastruktur yang lebih baik.
Kajian atau analisis pendekatan kualitatif pada bidang potensi sumber daya alam, secara umum Kalbar merupakan daerah yang cukup kaya akan sumber daya alam. Potensi yang berada di kawasan perbatasan dan khususnya di kawasan timur Kalbar cukup besar, namun sejauh ini upaya pengelolaannya belum dilakukan secara optimal.
Dijelaskan Eddy, potensi yang terdeteksi sementara ini antara lain tambang, hutan, perkebunan dan potensi perikanan air tawar. Namun di beberapa kawasan perbatasan sudah lama terjadi eksplorasi sumber daya alam secara tidak bijaksana sehingga mengganggu keseimbangan ekosistem dan kelestarian lingkungan hidup.
Illegal logging dan penambangan emas secara liar dan besar-besaran sulit ditangani karena keterbatasan sumber daya aparatur dan infrastruktur untuk pengawasan. Dengan demikian, dibutuhkan kedekatan pelayanan berupa pemerintahan provinsi baru yang lebih serius menanganinya. (jul)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar