Ucapan

SELAMAT DATANG DI BLOG SUARA ENGGANG POST!

Selasa, 31 Januari 2012

12 Tahun Tanpa PNS Bimas Konghucu

Pontianak – Kebebasan beragama, upacara adat, dan pertunjukan seni budaya Tionghoa tak lagi dikekang setelah terbit Keppres 6 Tahun 2000. Seiring itu, Konghucu diakui sebagai salah satu dari enam agama di Indonesia.
“Di Kementerian Agama (Kemenag, red) sudah ada program-program dalam setiap tahunnya yang mengakomodasi kegiatan Konghucu seluruh Indonesia,” kata M Ma’shum Ahmadi, Kasubag Humas Kemenag Provinsi Kalbar kepada Equator, Senin (16/1).
Kegiatan itu antara lain Kongres Pemuda Konghucu pada 2011 di Bangka Belitung yang mengeluarkan beberapa rekomendasi untuk mendirikan lembaga pendidikan Konghucu dan menyiapkan penyuluh agamanya. “Dalam kongres itu, Kalbar mengirimkan lima orang utusan. Pada 2012 ini Kemenag Kalbar memprogramkan musyawarah tokoh-tokoh agama Konghucu,” ujar Ma’sum.
Program lainnya, kata Ma’sum, Pusat Kerukunan Umat Beragama (PKUB) Kemenag melalui APBN mengalokasikan anggaran untuk rumah ibadah Konghucu. “Sayangnya pada 2011 tak dapat diproses karena persoalan administrasi yang mengharuskan kelenteng memiliki legalitas formal seperti akta dan lainnya. Akhirnya dialihkan ke provinsi lain,” ujar Ma’sum.
Dua belas tahun telah berlalu. Agama Konghucu yang identik dengan masyarakat Tionghoa ini baru diakui negara secara resmi saat kepemimpinan Presiden KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Ia mengeluarkan Keppres yang mencabut Instruksi Presiden yang diskriminatif yakni Nomor 14 Tahun 1967 tentang Agama, Kepercayaan, dan Adat Istiadat Cina.
Dampaknya memang sangat besar terhadap perkembangan kebebasan beragama maupun kebebasan untuk berekspresi. Kegiatan budaya juga begitu pesat. Pada 2001, Gus Dur menjadikan tahun baru Imlek sebagai hari libur fakultatif. Pengganti Gus Dur yakni Megawati pada 9 April 2002 menetapkan Imlek sebagai hari libur nasional melalui Keppres 19 Tahun 2002.
Umat Konghucu berada di bawah naungan Majelis Tinggi Agama Konghucu Indonesia (Matakin). Setelah dua belas tahun pengakuan ternyata belum memiliki bagian bimas (bimbingan masyarakat) di Kemenag pusat maupun di daerah. Persoalan utamanya, belum ada pegawai negeri sipil dari kalangan umat Konghucu yang bertugas di Kemenag.
“Mulai di tingkat pusat hingga daerah memang belum ada. Sementara ini kita tunjuk bimas-nya dari orang Islam. Di tingkat provinsi masih ditangani forum komunikasi umat beragama. Harapan kami pemerintah memberikan kemudahan bagi umat Konghucu untuk masuk sebagai PNS di Kemenag,” kata Sutadi SH, Ketua Matakin Kalbar.
Kemudahan itu, kata Sutadi, berupa dispensasi dengan beberapa persyaratan. “Kalau tidak demikian maka sampai kapan pun tak pernah ada PNS dari Konghucu. Padahal perlu ada yang bekerja di bagian bimasnya,” ujar Sutadi yang juga advokat ini.
Bimas memiliki peranan sangat penting di antaranya menjembatani urusan birokrasi maupun kegiatan para penganut agama hingga urusan keluarga dan masyarakat.
Sutadi menuturkan, kegiatan Konghucu di Kalbar terus berjalan. Salah satunya melaksanakan sekolah minggu di Kelenteng Kam Thian Thai Tie di Sungai Selamat, Siantan.
Data Kemenag Kalbar hingga 2010 menyebutkan, jumlah kelenteng di Kalbar mencapai 96 buah. Sedangkan total penganut Konghucu sebanyak 20.764 orang atau sekitar 0,42 persen.
Belum adanya Bimas Konghucu, menurut Ma’sum, masih menunggu struktur organisasi dari pusat. “Jika sudah ada arahan dari Kemenag maka akan segera dibentuk di Kemenag daerah,” ujar Ma’sum seraya menyebutkan jumlah penganut Konghucu di Kalbar merupakan kedua terbesar setelah Bangka Belitung. (ris)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar