Ucapan

SELAMAT DATANG DI BLOG SUARA ENGGANG POST!

Rabu, 28 Maret 2012

Minyak Panas di Gedung Parlemen

  • DARI ruang paripurna Gedung Nusantara II di kompleks DPR/MPR, Senayan, Jakarta, lagu Bagimu Negeri berkumandang bagaikan kor. Tembang gubahan mendiang Kusbini itu dinyanyikan hikmat oleh 500-an anggota DPR dari berbagai fraksi. Lagu itu sengaja dipilih Ketua DPR Agung Laksono untuk meredam "serangan panas" yang mungkin muncul dalam Sidang Paripurna DPR, Kamis pekan lalu.
    Sayang, usaha Agung gagal. Begitu kor lagu wajib itu berhenti, Ketua Fraksi Kebangkitan Bangsa Ali Masykur Musa langsung mengangkat tangan. Masykur menolak tawaran Agung untuk membacakan hasil rapat konsultasi pimpinan fraksi dan pimpinan DPR yang digelar beberapa jam sebelum rapat.
    Dalam pertemuan konsultasi itu, kedua pihak sepakat menunda keputusan parlemen tentang kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) hingga Senin pekan ini. Masykur menganggap penundaan itu semakin memberatkan rakyat. Ia meminta, sikap DPR diputuskan hari itu juga.
    Masykur sendiri sebetulnya ikut dalam rapat konsultasi. "Tapi, setelah direnungkan, tidak pada tempatnya kalau sidang ini terus ditunda-tunda. Di mana sense of crisis DPR?" begitu teriaknya.
    Merasa interupsinya tak ditanggapi, Masykur mengambil sikap. "Atas nama publik, Fraksi Kebangkitan Bangsa tidak akan melanjutkan proses ini karena ada indikasi tidak fair," ujarnya lagi. Ia bertindak: bersama 51 anggota FKB Masykur meninggalkan ruang sidang sambil melambaikan tangan. Kegaduhan timbul. Suara celetukan bersahut-sahutan.
    "Pak Agung, terusin saja. Mereka sudah melanggar kesepakatan rapat konsultasi," Endin Soefihara, Ketua Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP), berteriak dari kursi di jajaran depan. Agung melirik dan mengangguk. Saat jarum jam di ruang sidang itu bergerak ke angka 16.00, "Dok, dok, dok!" Agung mengayunkan palunya. "Sampai ketemu Senin depan," katanya menutup rapat paripurna.
    * * *
    DRAMA politik di DPR tentang kenaikan harga BBM memang berakhir antiklimaks, Kamis pekan lalu. Rapat Paripurna DPR itu tak menghasilkan keputusan apa pun mengenai silang-sengkarut kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM. Padahal, di luar gedung, mahasiswa dan masyarakat sibuk berteriak-teriak memprotes kebijakan itu. Aksi serupa juga terjadi di berbagai daerah.
    Kesepakatan menunda sidang hingga Senin pekan ini merupakan hasil pertemuan konsultasi pimpinan DPR dan pimpinan fraksi yang diadakan tertutup beberapa jam sebelumnya. Keputusan itu muncul setelah Fraksi PDI Perjuangan menawarkan materi voting baru, yaitu menerima atau menolak kebijakan itu dan melanjutkan pembahasan di komisi terkait?Komisi Pertambangan dan Energi, Komisi Keuangan dan Panitia Anggaran. Pembahasan ke komisi ini dilakukan untuk menyesuaikan anggaran.
    Materi ini dianggap sebagai kompromi dari materi voting sehari sebelumnya yang memicu ricuh. Saat itu, pilihan voting yang diusulkan adalah memilih menyerahkan pembahasan ke komisi terkait (opsi A) atau Rapat Paripurna DPR mengambil sikap menerima/menolak kenaikan BBM (opsi B). Jika opsi B yang dipilih, diadakan voting kedua: menerima atau menolak.
    Opsi ketiga yang ditawarkan Fraksi PDIP itu ditanggapi beragam. Golkar dan Partai Demokrat tetap beranggapan opsi B lebih tepat. Empat fraksi lainnya, yaitu Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Bintang Reformasi (PBR), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan Partai Amanat Nasional (PAN), meminta waktu mempelajari tawaran baru itu.
    Adapun dua fraksi lainnya?Partai Damai Sejahtera (PDS) dan Partai Kebangkitan Bangsa?mengusulkan agar DPR memutuskan sikapnya soal kebijakan BBM hari itu juga. "Kami khawatir kalau rapat ditunda terlalu lama, bisa terjadi lobi tidak sehat. Apalagi tawaran PDIP itu belum final. Jadi masih bisa berubah lagi," kata Apri H. Sukandar, Ketua Fraksi PDS.
    Kata Ketua Fraksi PDIP, Tjahjo Kumolo, opsi ketiga itu adalah jalan pintas menyusul kericuhan yang terjadi di ruang sidang. "Jika tidak disetujui, kami akan kembali ke usul semula. Meminta paripurna segera memutuskan soal BBM," ujarnya.
    * * *
    KERICUHAN yang disebut-sebut itu adalah baku hantam di gedung DPR Rabu pekan lalu. Disaksikan jutaan pasang mata melalui televisi, Agung Laksono sang memimpin sidang mengetuk palu, meminta voting segera dilakukan.
    Voting yang dimaksud adalah memilih satu dari dua hal: DPR langsung mengambil sikap dalam sidang paripurna untuk menerima/menolak kenaikan harga minyak, atau membahas soal itu dalam komisi terkait.
    Kedua pilihan itu sebelumnya sudah disepakati rapat pimpinan DPR dan pimpinan fraksi yang berlangsung beberapa jam sebelum baku hantam itu.
    Keputusan ini berbeda dengan persepsi anggota PDI Perjuangan, PKB, dan PDS, yang menginginkan rapat memutuskan mengambil suara menerima atau menolak kebijakan itu. Menurut mereka, pembahasan kenaikan BBM di komisi terkait dan panitia anggaran tak perlu lagi dilakukan karena sudah pernah dilakukan dan hasilnya ditolak (lihat Jalan Panjang Kisruh Pembahasan Harga BBM).
    Begitu palu diketukkan, anggota PDI Perjuangan Effendi M.S. Simbolon berdiri sambil menuding-nuding Agung karena mikrofon di mejanya mati. Tahu interupsi sejawatnya tak digubris, sambil menenteng kertas, Aria Bima Trihastoto da n Mangara Siahaan, dua anggota PDI Perjuangan lainnya, maju ke meja Agung. Effendi melompat meja, menyusul kawannya.
    Saat ketiganya beraksi menyodorkan kertas ke arah Agung, Boni, ajudan Agung, berusaha melindungi bosnya dengan mendorong Aria Bima dan Effendi. Adapun Mangara ditarik Idrus Marham, anggota Golkar, dan sejumlah anggota Partai Demokrat yang berlari ke podium. Mangara terjungkal ke belakang mimbar. Effendi tersungkur, balik mendorong Boni. Aksi dorong-mendorong terjadi. Beruntung, tidak terjadi adu jotos karena petugas keamanan DPR berhasil membawa Agung Laksono keluar ruangan. Rapat diskors.
    * * *
    TANDA-TANDA kericuhan sebenarnya sudah terjadi dalam rapat paripurna, Selasa malam. Rapat yang harusnya berlangsung pagi hari itu molor hingga pukul dua siang. Itu pun, para peserta rapat masih harus bersabar karena materi BBM sengaja ditaruh di urutan terakhir. Situasi memanas ketika Wakil Ketua DPR Zainal Ma'arif yang memimpin sidang mengetukkan palu, menskors rapat menyusul hujan interupsi dan silang pendapat soal perlu tidaknya DPR mengambil sikap soal BBM. Aksi Zainal itu memicu kemarahan anggota PDIP dan PKB, yang mendatangi Zainal di podium.
    Kericuhan itu jadi tontonan sedap di layar televisi. Ketegangan bahkan menjalar hingga Istana Negara. Presiden Yudhoyono mendadak memanggil menterinya bersidang. Sebelumnya, SBY berbicara empat mata dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Sejumlah agenda pertemuan pun dibatalkan.
    Namun sidang kabinet itu tak mengubah apa pun. Menurut Wakil Presiden Jusuf Kalla, pemerintah tak akan mengubah kebijakannya tentang BBM meski fraksi-fraksi di DPR menolaknya. "Kami tidak mengharapkan DPR setuju atau tidak. Itu kewenangan pemerintah, bukan DPR," kata Kalla.
    Meski begitu, bukan berarti Kalla tenang-tenang saja. Pergulatan di DPR tetap diikutinya. Apalagi belakangan opsi baru yang ditawarkan PDI Perjuangan mengubah peta politik parlemen. Sehari sebelumnya, mayoritas fraksi mendukung pembahasan kebijakan di tingkat komisi, belakangan mereka mulai memperhitungkan konsep PDIP: menolak kenaikan BBM dulu baru membahasnya dalam komisi terkait.
    Dari 10 fraksi di DPR, lima fraksi menolak kenaikan harga BBM (lihat infografik). Dua di antaranya menolak jika DPR harus memutuskan sikapnya dalam paripurna. Adapun lima fraksi lainnya memilih memahami kebijakan itu.
    Berubahnya peta politik ini tak bisa dilepaskan dari pertemuan antarfraksi yang tergabung dalam eks-Koalisi Kerakyatan yang diperluas, Kamis malam. Fraksi-fraksi eks penyokong SBY adalah Partai Persatuan, Partai Demokrat, Partai Keadilan Sejahtera, Partai Amanat Nasional, dan Fraksi Bintang Pelopor Demokrasi. Yang terakhir ini adalah gabungan dari sejumlah partai kecil. Pertemuan yang digelar di Hotel Mulia, Jakarta Selatan, itu diperluas dengan masuknya Partai Golkar. Si Beringin Rimbun ini menyokong SBY-Kalla, menyusul bubarnya Koalisi Kebangsaan yang menyokong Megawati dan terpilihnya Jusuf Kalla menjadi Ketua Umum Golkar pada Desember silam.
    Kata salah satu politisi yang jadi peserta pertemuan itu, rapat membahas tata tertib DPR plus sikap fraksi-fraksi eks koalisi. Dalam rapat itu juga dibicarakan permintaan pemerintah agar sejumlah fraksi yang dianggap masih getol menolak kenaikan BBM agar melunak. "Namun PKS dan PAN tetap menolak," kata sumber Tempo.
    Fraksi-fraksi eks Koalisi Kerakyatan plus Golkar memang jadi sumber harapan Presiden Yudhoyono. Jauh hari sebelum kenaikan BBM diumumkan, Presiden Yudhoyono telah mengontak Fraksi Partai Demokrat. Susilo adalah pendiri partai berlambang bintang biru itu. Hal yang sama dilakukan Jusuf Kalla terhadap Golkar. "Saat hiruk terjadi di DPR, Pak Ucu (Jusuf Kalla) terus memantau kabar DPR," kata sumber Tempo yang dekat dengan Kalla.
    Malah, Jumat pekan lalu Jusuf menggelar pertemuan dengan anggota Fraksi Partai Golkar di kantor Partai. Dalam pertemuan itu, Kalla didampingi Ketua Dewan Penasihat Partai Surya Paloh. Menurut salah satu peserta, kedua petinggi partai itu meminta semua anggota Fraksi Golkar menyokong pemerintah. Paloh bahkan menyatakan, jika ada anggota Fraksi Golkar yang tidak mendukung pemerintah, mereka harus di-recall.
    SBY dan JK juga rajin mengontak petinggi partai eks Koalisi Kerakyatan. Apalagi empat fraksi, yakni Fraksi Bintang Pelopor Demokrasi, PKS, PAN, dan PKB, tergolong keras menentang kenaikan BBM. Tak hanya meminta agar sikap mereka melunak, duet SBY-Kalla juga menanyakan soal komitmen mereka sebagai mitra koalisi pemerintah.
    Salah satu yang dikontak SBY adalah Ketua Umum PPP Hamzah Haz. Kedua tokoh itu bertemu di Istana Negara, Jumat sore dua pekan lalu. Menurut salah satu politisi PPP, pertemuan itu selain membahas soal BBM juga mengevaluasi kinerja menteri dari PPP.
    Pembahasan tentang sikap PPP ini dilakukan karena anggota Partai Ka'bah itu ikut meneken surat penggunaan hak angket yang diusulkan PDI Perjuangan dan PKB. Apalagi rapat pleno Fraksi Partai Persatuan pada 14 Maret silam juga memutuskan menolak kenaikan harga BBM. Namun tiba-tiba pandangan akhir PPP dalam Paripurna DPR Selasa lalu melunak. "Perubahan itu dilakukan setelah Pak Hamzah menelepon pimpinan fraksi, mengingatkan agar Fraksi PPP tidak melihat kepentingan sesaat," kata seorang politisi Ka'bah.
    Endin Soefihara, Ketua Fraksi PPP di DPR, membenarkan soal pertemuan Yudhoyono dan Hamzah Haz. Namun ia menolak jika pertemuan itu dimaksudkan untuk mempengaruhi sikap fraksinya dalam hal kenaikan harga minyak. "Kami tetap konsisten dari awal sampai akhir," ujarnya.
    Selain PPP, partai yang dilobi Presiden adalah PKS. Beberapa kali Yudhoyono dan Kalla mengundang pejabat sementara Presiden PKS Tifatul Sembiring, Sekjen Anis Matta, dan Wakil Ketua Fraksi Zulkieflimansyah untuk bertemu. Sikap PKS yang tetap keras menolak kebijakan itu, plus maraknya aksi demo mahasiswa pro-PKS yang militan dalam soal BBM, agaknya merisaukan pemerintah. Tapi partai Islam itu tak mudah dirayu. "Sikap kami dalam soal BBM tetap tak berubah," kata Hidayat Nur Wahid, mantan Presiden PKS (lihat Dilema Pemain Baru).
    Pendekatan juga dilakukan kepada PAN. Sejumlah anggota PAN di Komisi Energi dan Panitia Anggaran DPR termasuk yang getol menolak kenaikan harga bensin. Untuk menaklukkan PAN, Susilo mengutus Menteri Perhubungan Hatta Radjasa yang juga orang PAN untuk melunakkan sikap teman-teman separtai. Tapi usaha ini tak berhasil. Ketua Umum PAN Amien Rais terus mengontrol kadernya di DPR, termasuk menelepon tim penyusun pandangan akhir fraksi dalam soal BBM. " Kami tak ingin mengecewakan konstituen," kata Abdillah Toha, Ketua Fraksi PAN.
    Merasa lobinya tak ampuh, Ketua Fraksi Demokrat Soekartono Hadiwarsito menggelar pertemuan lintas fraksi eks-Koalisi Kerakyatan plus Partai Golkar. Menurut Soekartono, lobi-lobi itu digelar hampir saban malam dalam sepekan terakhir. Tujuannya cuman satu: melunakkan sikap fraksi agar tetap menjadi mitra koalisi bagi SBY. "Pokoknya, kami akan all out sampai akhir," kata Soekartono.
    Berhasilkah Soekartono? Tampaknya sulit. Soalnya, dalam rapat intern fraksi-fraksi yang digelar Jumat pekan lalu, PAN dan PKS tetap menolak kenaikan harga bensin dan memilih opsi yang sejalan dengan PDI Perjuangan. Meski begitu, Soekartono tak pesimistis. Ahad malam lalu ia menggelar pertemuan lagi.
    * * *
    PENGAMAT politik dari Central for Strategic and International Studies (CSIS), Indra J. Piliang, yakin akan terjadi kesepakatan politik besar menjelang Paripurna DPR Senin ini. "Tawarannya sampai soal pembagian jatah kursi kabinet," kata Indra. Kesepakatan itu, kata Indra, memang baru akan terlihat beberapa bulan mendatang.
    Analisis Piliang diyakini Ketua Fraksi PDIP Tjahjo Kumolo. Katanya, kericuhan di DPR itu menunjukkan pimpinan sidang mempunyai agenda tersembunyi sehingga tak lagi netral. Tjahjo tak menyebut agenda apa yang dimaksud, tapi ia bertekad akan meminta Agung Laksono dan Zainal Ma'arif?dua pimpinan DPR yang terpilih atas sokongan PDIP dan Koalisi Kebangsaan?untuk mundur dari kursi Ketua dan Wakil Ketua DPR. Mereka dinilai tidak mampu menjalankan tugasnya. "Kalau mereka leader, tidak mungkin terjadi kericuhan," kata Marissa Haque, anggota Fraksi PDIP. Marissa mengajak fraksi-fraksi lain ikut mengajukan mosi tidak percaya kepada Agung.
    Mosi tidak percaya pekan lalu disampaikan PDIP dalam bentuk surat pengaduan kepada Badan Kehormatan DPR. Selain ajakan mosi tidak percaya, mereka juga akan melakukan judicial review soal putusan presiden mengenai kebijakan BBM itu kepada Mahkamah Konstitusi. Cara yang sebelumnya dilakukan sejumlah anggota Fraksi PAN. "Pokoknya, kami menolak kenaikan BBM," ujarnya. Senin pekan ini perang bubat itu akan berlanjut.
    Widiarsi Agustina, Hanibal W.Y.W., Purwanto

    Jalan Panjang Kisruh Pembahasan Harga BBM:
    30 November 2004 Wakil Presiden Jusuf Kalla memastikan pemerintah akan mencabut subsidi BBM karena harga minyak di pasar internasional melambung. Subsidi itu dianggap memberatkan APBN. Formulasi kompensasi kenaikan harga BBM dibahas.
    1 Desember 2004 Berbagai kalangan memprotes rencana kenaikan harga BBM. Mereka mengingatkan, kebijakan pemerintah itu akan memberatkan masyarakat.
    3 Februari 2005 Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Sri Mulyani, menyatakan pemerintah akan meminta persetujuan DPR sebelum menaikkan harga BBM.
    17 Februari 2005 Sejumlah menteri di bidang ekonomi menggelar rapat membahas kompensasi kenaikan harga BBM di gedung Bappenas.
    22 Februari 2005 Rapat konsultasi Menteri Keuangan dengan Komisi XI di DPR. Dalam rapat itu disepakati kenaikan harga BBM sebagai pilihan terakhir setelah dilakukan audit produksi BBM.
    23 Februari 2005 Rapat konsultasi Menteri Keuangan dengan Panitia Anggaran DPR. Sebagian besar anggota panitia anggaran menolak kebijakan menaikkan harga BBM karena pemerintah belum mengaudit Pertamina.
    24 Februari 2005 Rapat Konsultasi Menteri Keuangan dengan Komisi VII DPR. Komisi VII keberatan dengan kebijakan menaikkan harga BBM karena pemerintah belum siap mengatasi dampaknya.
    28 Februari 2005 Pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden No. 22 Tahun 2005 tentang Kenaikan Harga BBM. Kenaikan itu berlaku mulai 1 Maret 2005. Kebijakan ini menuai protes dan aksi demo di mana-mana.
    1 Maret 2005 FPDIP, FPDS, dan FKB mendesak Ketua DPR Agung Laksono menggelar rapat paripurna soal BBM. Namun, Agung meminta sebaiknya usulan itu dibahas di rapat Badan Musyawarah.
    3 Maret 2005
  • Rapat Badan Musyawarah DPR gagal mengambil keputusan soal BBM. Usulan itu akhirnya dialihkan dalam rapat konsultasi pimpinan fraksi. Dalam rapat itu, FPDIP, FKB, dan FPDS meminta digelar rapat paripurna. FPP dan FPKS menolak Badan Musyawarah menjadwalkan paripurna dengan alasan prosedur. FPAN bersikap netral.
  • Sebanyak 31 anggota DPR dari tujuh fraksi (FPDIP, FKB, FPDS, FPAN, FPBR, FPPP, FBPD) mengajukan hak angket BBM. Mereka menolak kenaikan harga BBM. 7 Maret 2005 Rapat konsultasi pimpinan DPR, fraksi, dan komisi akhirnya mengalami deadlock. FPDIP, FKB, FPBR, FPDS, dan FPAN menginginkan soal BBM dibawa ke paripurna. FPG, FPD, dan FBPD keberatan soal BBM dibawa ke paripurna. FPKS mengusulkan soal BBM dibawa ke rapat konsultasi dengan Presiden. FPP dalam soal ini menolak masalah itu dibawa ke paripurna dan konsultasi.
    12 Maret 2005 Rapat konsultasi pimpinan DPR, fraksi, dan komisi. Hasilnya, soal BBM disampaikan ke rapat konsultasi DPR dengan Presiden Yudhoyono pada Senin (14/3) dan rapat paripurna pada Selasa (15/3).
    13 Maret 2005 Lima fraksi di DPR (FPDIP, FKB, FPDS, FPAN, FPBR) minta Presiden membatalkan kenaikan harga BBM.
    14 Maret 2005
  • DPR menggelar rapat konsultasi dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Dalam rapat itu, FPDIP, FKB, FPDS, FPKS menolak kenaikan harga BBM; FPG, FPD, FBPD memahami pemerintah. FPAN, FPBR, dan FPPP tidak tegas. FPDIP walk out karena rapat dilakukan tertutup.
  • Presiden Yudhoyono menyatakan tak akan menurunkan harga BBM.
  • Lima anggota DPR dari FPAN meng-ajukan uji materiil peraturan presiden soal BBM ke Mahkamah Konstitusi. 15 Maret 2005 DPR menggelar rapat paripurna. Dalam rapat itu, lima fraksi (FPDIP, FKB, FPDS, FPAN, FPKS) meminta peraturan presiden tentang BBM dicabut. FBR minta hal itu ditinjau ulang, FPD dan FBPD memahami, FPG dan FPPP minta dibicarakan lagi dalam Panitia Anggaran. Hujan interupsi mewarnai rapat. Karena alot, rapat menemui jalan buntu.
    16 Maret 2005 Lobi pimpinan fraksi menemui jalan buntu. Dalam lobi itu, tiga fraksi, yaitu FPDIP, FKB, FPDS, menginginkan rapat paripurna melakukan voting dengan opsi setuju atau tidak setuju kenaikan harga BBM. Adapun tujuh fraksi, yaitu FPD, FPG, FPKS, FBPD, FPPP, FPAN, FBR, menginginkan paripurna melakukan voting dengan opsi: dikembalikan ke Komisi VII, Komisi XI, Panitia Anggaran, atau paripurna mengambil sikap soal BBM. Rapat berlangsung panas. Hujan interupsi dan saling provokasi terjadi. Adu jotos nyaris terjadi. Rapat diskors.
    17 Maret 2005 Meski berlangsung alot, rapat pimpinan fraksi memutuskan akan menunda pembahasan BBM hingga Senin 21 Maret mendatang. Namun, saat kesepakatan itu dibawa ke rapat, hujan interupsi tak bisa dielakkan. Puncaknya, seluruh anggota FPKB walk out dari ruangan sidang.
    18 Maret 2005
  • FPDIP melaporkan Ketua DPR Agung Laksono ke Badan Kehormatan DPR karena dianggap melanggar kode etik. Surat itu dianggap sebagai mosi tidak percaya FPDIP kepada Agung.
  • Sejumlah fraksi menggelar rapat intern membahas langkah mereka pada rapat paripurna, Senin 21 Maret. Salah satu yang dibicarakan adalah opsi terbaik mereka untuk voting, menerima atau menolak kenaikan harga BBM. Juga soal lemahnya kepemimpinan DPR dalam menyelesaikan konflik.
  • Ketua Umum Partai Golkar, Jusuf Kalla, yang juga wakil presiden, mengumpulkan anggota Fraksi Partai Golkar di DPP Golkar. Mereka diminta mengamankan keputusan pemerintah.
  • Rencana Presiden Yudhoyono mengundang pimpinan fraksi di Istana malam harinya dibatalkan.

    "Nikmati tulisan lengkap artikel ini pada versi cetak dan versi digital majalah Tempo" Silahkan hubungi customer service kami untuk berlangganan edisi cetak di 021-5360409 ext 9. Silahkan hubungi Pusat Data Analisa Tempo untuk mendapatkan versi arsip dalam bentuk PDF, di 021-7255624 ext 486

Tidak ada komentar:

Posting Komentar