JAKARTA - Maraknya
kasus pemerkosaan di wilayah DKI Jakarta kian menambah daftar panjang
perempuan yang kerap menjadi korban aksi kriminal. Berdasarkan laporan
Polda Metro Jaya, sejak Januari hingga September 2011 ini terjadi 40
kasus pemerkosaan.
"Dari 40 kasus tersebut, tiga kasus pemerkosaan terjadi di dalam
angkutan kota," tutur Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban, Abdul
Haris Semendawai, Rabu (21/9).
Menurutnya, fakta tersebut menunjukkan bahwa posisi perempuan kian
rentan terhadap aksi kejahatan seperti pemerkosaan dan pencabulan.
Kondisi ini diperparah dengan rentannya posisi korban terhadap teror,
intimidasi, tidak terlindungi oleh hukum dan terisolir dari masyarakat
luas.
Namun baru sebagian korban saja yang mengajukan perlindungan ke LPSK.
Sejak 2010 hingga 2011 ini, tercatat ada 10 korban pemerkosaan dan
pencabulan yang membuat pengaduan. "Mereka adalah anak di bawah umur
dengan modus bujuk rayu dan penyekapan," jelasnya.
Sejauh ini, LPSK telah menangani 4 permohonan perlindungan yang diajukan
oleh korban pemerkosaan dan pencabulan. Kepada pelapor, LPSK memberikan
pelayanan medis dan psikologis. Serta pemberian pendampingan dalam
penanganan proses hukumnya.
"Kecenderungan para pelakunya adalah orang-orang yang ternyata berada di
sekitar korban. Inilah penyebab posisi korban menjadi terancam,” kata
komisioner bidang Penanggungjawab Bidang Bantuan, Kompensasi dan
Restitusi LPSK, Lili Pintauli Siregar .
Atas fakta tersebut, negara memiliki tanggung jawab besar menangani
kasus tersebut. “Anak dan perempuan harus mendapat perhatian dan
penanganan yang lebih serius dari aparat penegak hukum. Termasuk lembaga
negara yang memiliki mandat dalam isu perempuan dan anak. Serta dari
masyarakat dan media massa," ucapnya.
Lili juga mengungkapkan, hingga kini jumlah permohonan perlindungan yang
diajukan korban pemerkosaan masih minim. Disinyalir, minimnya pengaduan
itu membuktikan masyarakat belum banyak mengetahui tentang hak-hak nya
sesuai ketentuan perungdang-undangan. UU yang dimaksud antara lain UU
Nomor 13 tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, UU RI Nomor
23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, UU RI
Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, serta UU Nomor 21 Tahun
2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang yang telah
mengatur jaminan perlindungan terhadap para perempuan korban
pemerkosaan.
"Korban berhak mengajukan upaya restitusi, agar pelaku dibebankan untuk
memberi ganti kerugian terhadap korban dan keluarga korban,” paparnya. (air/jpnn)
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar