Ucapan

SELAMAT DATANG DI BLOG SUARA ENGGANG POST!

Rabu, 18 Januari 2012

Rangga Sentap Juga Dihuni Kupu-kupu Malam Melano

Melirik Kehidupan Wanita Telok Melano (2)

Oleh Kamiriluddin


Sewaktu pendataan untuk pencegahan penyebaran penyakit virus HIV/AIDS di kompleks lokalisasi Rangga Sentap di Kota Ketapang, cukup banyak terdata kupu-kupu malam penjaga lokalisasi atau wanita tuna susila (WTS) berasal dari Melano—Ibukota Kecamatan Simpang Hilir—Kabupaten Kayong Utara.

Namun petugas pendata enggan menyebut Melano mendominasi Sentap. Alasannya akan menyinggung masyarakat Melano yang lebih banyak kaum agamisnya, khususnya Islam.

Pelacuran ternyata telah terjadi sepanjang sejarah manusia. Namun menelusuri sejarah pelacuran di kawasan selatan Kalbar, dapat dirunut mulai dari masa kerajaan-kerajaan zaman penjajahan, di mana perdagangan perempuan pada saat itu merupakan bagian pelengkap dari sistem pemerintahan feodal.

Dekrit tahun 1852, pemerintah Kolonial Belanda mengeluarkan sebuah peraturan baru yang menyetujui komersialisasi industri seks, tetapi dengan serangkaian aturan untuk menghindari tindakan kejahatan yang timbul akibat aktivitas prostitusi itu. Kerangka hukum tersebut masih berlaku hingga sekarang. Dekrit itu dikeluarkan di Batavia (Jakarta) yang juga diberlakukan di seluruh swapraja di Hindia Belanda (sebutan Indonesia di masa kolonial).

Meskipun istilah-istilah yang digunakan berbeda, tetapi hal itu telah memberikan kontribusi bagi penelaahan industri seks yang berkaitan dengan karakteristik dan dialek yang digunakan saat ini. Apa yang dikenal dengan WTS atau pekerja seks komersil (PSK) sekarang ini, pada waktu itu disebut sebagai “wanita publik” menurut peraturan yang dikeluarkan tahun 1852 itu.

Dalam peraturan tersebut, wanita publik diawasi secara langsung dan secara ketat oleh polisi. Semua wanita publik yang terdaftar diwajibkan memiliki kartu kesehatan dan secara rutin (setiap minggu) menjalani pemeriksaan kesehatan. Tujuannya untuk mendeteksi adanya penyakit syphilis atau penyakit kelamin lainnya.

Jika seorang perempuan ternyata berpenyakit kelamin, perempuan tersebut harus segera menghentikan praktiknya dan diasingkan dalam suatu lembaga (inrigting voor zieke publieke vrouwen) yang didirikan khusus untuk menangani perempuan berpenyakit. Untuk memudahkan polisi dalam menangani industri seks, para wanita publik dianjurkan sedapat mungkin melakukan aktivitasnya di rumah bordil. Sayangnya peraturan yang dikeluarkan tersebut membingungkan banyak kalangan di industri seks, termasuk juga membingungkan pemerintah.

Dua dekade kemudian tanggungjawab pengawasan rumah bordil dialihkan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Peraturan pemerintah tahun 1852 secara efektif dicabut, digantikan dengan peraturan penguasa daerah setempat. Berkaitan dengan aktivitas industri seks ini, penyakit kelamin merupakan persoalan serius yang paling mengkhawatirkan pemerintah daerah. Tetapi terbatasnya tenaga medis dan terbatasnya alternatif cara pencegahan membuat upaya mengurangi penyebaran penyakit tersebut menjadi sia-sia

Pengalihan tanggung jawab pengawasan rumah bordil ini menghendaki upaya tertentu agar setiap lingkungan permukiman membuat aturan sendiri. Tujuannya untuk mengendalikan aktivitas prostitusi setempat.

Pasar Rangga Sentap menjadi lokalisasi PSK. Awalnya Pemkab Ketapang maupun Kayong Utara tidak menginginkannya. Namun daripada PSK atau WTS menjajakan dagangannya di rumah-rumah penduduk, lebih baik dibuat lokalisasi.

Selain itu, para PSK dilarang beroperasi di luar lokalisasi tersebut. Semua PSK di lokalisasi ini terdaftar dan diharuskan mengikuti pemeriksaan kesehatan secara berkala.

Pemerintah daerah melalui instansi terkait juga rutin memeriksa PSK Rangga Sentap. Wanita Melano yang berada di sana tetap mendapatkan vaksin dan layanan kesehatan. (bersambung)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar