Ucapan

SELAMAT DATANG DI BLOG SUARA ENGGANG POST!

Rabu, 18 Januari 2012

Suka Nongkrong di Depan Gang

Kisah Residivis Insaf asal Pontianak (2)

Oleh Radiman

Nganggur dan suka ngumpul di depan gang bisa terjerumus ke lembah hitam. Awalnya hanya iseng, lama-lama menjadi kebiasaan.

Ditinggal istri ke Jawa Timur, hati Lalu hancur. Dia seolah-olah tak ada pegangan. Hidupnya menjadi luntang-lantung. Apa saja dikerjakannya asal bisa mendatangkan uang.

“Istri meninggalkan saya. Hati saya sangat hancur. Orang tua sudah tak ada lagi. Sementara saudara sudah memiliki rumah sendiri, tak mungkin saya menyusahkan mereka. Mereka juga susah,” ujar Lalu sambil menikmati kopi serta rokok kreteknya.

Matanya memandang ke langit-langit warung kopi. Napasnya kadang mendesah. Keriput di jidatnya makin terlihat jelas ketika dia mengingat masa lalunya. Kegetiran hidup sepertinya belum beranjak dari dirinya.

Untung saja Lalu termasuk pria yang mudah bergaul. Dia dengan cepat mendapatkan kawan. Apalagi dia rajin. Disuruh ngerjakan apa saja, dia siap. Hasil kerja itulah yang membuatnya tetap survive menghadapi hidup.

“Anak dan istri sudah tak ada lagi. Jadi, hasil kerja yang saya dapatkan untuk saya sendiri. Uang itulah untuk beli pakaian dan makan sehari-hari. Kadang, kalau lagi pusing hasil kerja digunakan untuk foya-foya,” aku Lalu.

Setiap malam, bila cerah, dia menghabiskan waktunya di depan gang. “Awalnya saya hanya ikut-ikutan. Diajak kawan ngumpul, saya ikut. Asyik juga ngumpul di gang itu. Bisa tertawa lepas dan bernyanyi riang,” ujarnya.

“Nah, di saat ngumpul itu ada saja yang nyumbang beli arak kampel. Ketika pertama kali ditawarkan, saya menolak. Namun, karena terus ditawarkan, saya nyoba. Lama-lama justru menjadi ketagihan. Hampir tiap malam saya minum arak,” jujur Lalu.

Awal-awal minum arak, Lalu sempat mabuk. Kepalanya pusing dan mulutnya muntah-muntah mengeluarkan cairan putih dan kuning. Dia tergeletak di pinggir jalan. “Sadar-sadar ketika orang sudah pergi kerja. Saya terhuyung-huyung pulang. Malu juga rasanya. Namun, saya pasrah,” ungkapnya.

Kebiasaan minum itu terus dilakoninya tiap malam. Siang hari dia memang bekerja. Pekerjaan yang sering digelutinya adalah pasang porselen. Hasilnya cukup lumayan untuk diri sendiri. Cuma, hasil itu tak sempat ditabungnya, melainkan habis begitu saja untuk minum-minum.

“Saya tak sempat nabung. Dapat gajian, paling untuk beli pakaian dan minum arak sama teman. Soalnya, teman-teman juga demikian. Ada duit beli arak atau bir. Jadi tak enak kalau tak ada duit tak beli minuman,” ujarnya polos.

Lalu semakin sering minum arak. Tubuhnya seperti kebal dari mabuk. “Pernah saya minum bir sampai tujuh botol semalam. Anehnya, tidak mabuk. Cuma, ngomong tak terkontrol. Ngomong lepas apa saja. Pikiran tetap terkontrol. Tak heran apabila di depan gang, suara saya dan kawan-kawan hingar-bingar,” papar Lalu. Nantikan kisah berikutnya esok! (bersambung)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar